Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Nostalgia Kopi Pahit

12 September 2021   11:43 Diperbarui: 12 September 2021   11:51 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto : Tyler Nix/unsplash.com

Secangkir kopi beraroma sedap bercitarasa pekat. Setelah dua purnama wesel telat, kopi tanpa gula, terasa lebih nikmat. Dan, besok toples kopi pun sekarat. Hidup anak kost memang berat. Lebih berat dari rindu Dilan ke Milea. Apalagi rindu Felix kepada Berta.


Eh, jejangan rindu itu memang seperti rasa kopi di cangkirku? Hmm...Iya, kopi pertama pagi ini terasa pekat. Mengingatkanku pada seorang sahabat. Felix namanya.

Aih, sepagi ini, kenapa aku mengingat Felix? Kenapa rindu Felix harus untuk Bertha? Terus, apa urusanku dengan rindu Felix?

Seorang yang kukenal sebagai seorang yang orang kenthir di kewarasannya yang paling waras. Ah, terlalu berat jalan pikirannya, apalagi rindunya kepada kekasih Bertha, yang diperkenalkannya padaku sambil lalu.

Namun aku begitu mengingatnya, karena pesan yang terucapkan. Ia pernah bercerita kepadaku. Rindunya berat, lebih berat dari jalan kewarasannya. Entahlah, begitupun aku yang lugu.

"Engkong jadi maluuu. Kepada sapi jantan Engkong mengaduuu, sambil memerah susuuu." Begitu kata Felix, suatu ketika, saat aku mengajaknya mengenang kembali, beberapa puluh tahun lalu, ketika meneguk kopi selalu berasa pahit.

Felix, kini lebih sering disapa Engkong olehku, juga para sahabat yang lain. Bukan semata-mata sebutan Engkong, karena usianya saat ini, tetapi menurutku juga karena perjalanan nalarnya, yang semakin bijak.

Meskipun, selalu dikatakannya, bahwa kewarasan nalar, tidak berbanding lurus dengan usia. Namun menurutku, jalan pikiran Felix mewakili garis lurus perjalanan waktu. Tuan muda Felix yang cerdas, dan Engkong Felix yang bijak.

Meskipun kini, rasa-rasanya kecerdasan dan kebijaksanaannya itulah yang justru melahirkan kekenthirannya yang paling waras. Felix yang cerdas, yang tua, yang bijaksana, sekaligus juga yang masih menjaga kekenthirannya.

Nostalgia bersama Felix, adalah mengenang masa ketika meneguk kopi selalu terasa pahit. "Itu dulu, kini lebih manis". Felix, lelaki yang kini sudah kulihat tua di meja sebelah bicara dengan datar saja. Walaupun dalam pikiranku tetap saja kuanggap meracau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun