Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menanti Kesempatan

28 Mei 2021   00:26 Diperbarui: 28 Mei 2021   02:49 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balcony view. Sumber : Dokpri

Namanya Ian. Usianya dua puluh lima tahun, sedangkan aku, dua puluh tiga tahun. Ketika pertama kali  bertemu dengannya, aku baru saja pindah ke apartemen yang letaknya tidak jauh dari tempat pekerjaanku yang baru.

Ian mempunyai kebiasaan merokok di balkonnya. Yang aneh, aku paling benci pria perokok, tapi entah mengapa aku justru tertarik pada pandangan pertama saat melihatnya sedang merokok.

Lebih gila lagi, aku bahkan berandai-andai jika suatu hari aku memiliknya,  aku akan berbicara baik-baik dan memintanya untuk berhenti merokok.

Untuk urusan pria, terus terang aku memang sangat pemalu. Jangankan pacar, bicara dengan siapapun lawan jenisku, aku pasti berkeringat dingin. Kalaupun mampu berucap, kata-kata yang terlontar akan membuat mereka mengernyitkan dahi.

Parah, memang! Jadi wajar kalau aku masih menjomblo hingga kini.

Entah mengapa, Ian begitu berbeda. Memikirkannya membuat hatiku menggebu-gebu, ingin cepat mengenalnya. Tak sabar untuk memilikinya! Sayangnya, aku tidak tahu harus memulai dari mana.

Suatu hari, terlintas ide gila di benakku. Aku berpikir, kalau aku pura-pura menjadi perokok dan merokok di balkon, Ian pasti akan menyapa. Kemudian kita berdua dapat mulai berkomunikasi, mengenal satu sama lain.

Jadilah hari itu aku bertekad membeli sebungkus rokok. Ian selama ini kuperhatikan sangat menyukai rutinitas. Pola hidupnya mudah ditebak. Ian selalu merokok di balkon pada jam yang sama. Jam enam pagi dan jam delapan malam. Setiap hari.

Pagi itu tepatnya pukul enam, kulihat Ian di balkon menikmati sebatang rokok. Segera kunyalakan batang rokok, tanpa menghisapnya. Kemudian aku berdiri di balkon dengan rokok di tangan.

Lima menit aku berada di sana dan Ian bergeming barang sedikitpun. Sepertinya ia terlalu menikmati rokoknya. Tak lama, Ian bergegas masuk ke Apartemennya.

Walau kecewa, aku berharap jam delapan malam nanti aku akan melihatnya kembali di balkon. Dugaanku tidak meleset. Ian berada di sana menikmati sebatang rokok tepat pada jam delapan malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun