Mohon tunggu...
Widz Stoops
Widz Stoops Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Penulis buku “Warisan dalam Kamar Pendaringan”, Animal Lover.

Smile! It increases your face value.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Harga Mati, Sambal adalah Racikan Ibu Pertiwiku!

28 April 2019   07:52 Diperbarui: 28 April 2019   18:52 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Juru masak menyiapkan sambal di dapur Waroeng Spesial Sambal, Jalan Colombo, Sleman, DI Yogyakarta.(KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO)

Negara-negara tetangga lain seperti Malaysia, Singapura, Brunei, dan lain-lain silahkan saja kalau mau mengakui bahwa asal-usul sambal berasal dari negara mereka. Yang jelas di mata Internasional, sambal diakui berasal dari Indonesia. Tidak percaya? Silahkan tanya ke mbah gugel!

Memang benar kalau Kompasiana bilang bahwa orang Indonesia tak bisa lepas dari sambal. Awal-awal tinggal di kampung Paman Sam (baca Amerika Serikat), saya cukup kesulitan menemukan rasa pedas itu. Restoran-restoran Asia di sini banyak yang sudah "di-Amerikanisasi" sehingga pedas itu sudah jauh dari arti yang sebenarnya. Maklumlah mayoritas orang-orang di sini tidak begitu menyukai rasa pedas.

Cabai Scorpion. Sumber Dokpri
Cabai Scorpion. Sumber Dokpri

Seringkali saat memesan makanan di restoran Cina, ketika saya meminta ekstra saus sambal, yang diberikan tidak lain hanyalah tumbukan cabai kering yang digoreng dengan minyak. Rasanya? Sama sekali tidak pedas! Di sini, Restoran-restoran yang menyediakan jenis masakan pedas biasanya mengategorikan tingkat kepedasannya dalam berbagai level. Ada yang menyediakan dari level 1 hingga 5 atau 1 hingga 10 (setiap restoran berbeda-beda). 

Sering saya ke restoran Thailand di sini dan pada saat memesan masakan pedas, saya memesan tingkat paling tinggi yang tersedia. Sekali lagi tingkat kepedasannya jauh di bawah standar saya. Ada seorang teman yang mengetahui kalau saya menyukai masakan pedas dan merekomendasikan saya untuk memesan chicken wing di satu tempat di daerah New Jersey. Tingkat kepedasan yang tersedia adalah level 1 hingga 10. 

Tentu saja saya memilih tingkat yang tertinggi. Mendengar itu, pekerja di sana mengatakan kalau saya harus menandatangani surat perjanjian terlebih dahulu. Dalam perjanjian itu disebutkan apabila makanan dengan tingkat kepedasan level 10 tersebut memberikan dampak yang negatif, maka pihak restoran tidak bertanggung jawab. 

Saya sempat berpikir pasti sangat pedas sekali kalau untuk memesannya saja harus menandatangani kontrak terlebih dahulu. Saya pun mengantisipasi diri sampai ke ubun-ubun untuk menghadapi dahsyatnya rasa pedas tersebut.

Namun lagi-lagi saya harus memendam rasa kecewa, karena tingkat paling terpedas menurut mereka pun ternyata bukan apa-apa buat saya. Hingga pada suatu ketika saya mengunjungi restoran Meksiko yang cukup besar di sini. 

Restoran tersebut juga menyediakan saus sambal untuk dijual. Ketika saya menanyakan saus terpedas, mereka menunjukkan botol yang tertuliskan "Smack My Ass And Call me Sally". Menurut mereka saus sambal tersebut terbuat dari campuran cabai scorpion dan habbanero yang menurut mbah gugel merupakan yang terpedas nomor dua dan sepuluh di dunia tahun lalu (2018). 

Karena penasaran dengan tingkat kepedasannya saya pun membelinya dan tentu saja saya harus menandatangani perjanjian dulu. Setiba di rumah saya mencobanya. Masya Allah ternyata pedasnya sampai ke ubun-ubun dan ulu hati, padahal saya hanya mencoba sedikit saja. Saya memutuskan saus itu terlalu pedas dan tidak dapat saya nikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun