Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bikin Iri, Film Karya Pelajar dan Mahasiswa Ini Memang Luar Biasa

24 Januari 2017   08:56 Diperbarui: 24 Januari 2017   09:21 837
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemutaran karya film pendek FFPI 2016 di Bentara Budaya Jakarta, Jumat, 20/1/2016 (foto: widikurniawan)

“Kenapa kamu mengingkari kepercayaanku Mas? Kenapa?” seru perempuan muda itu sambil sesunggukan.

Pria muda yang mengenakan topi baret itu hanya bisa menatap, terkadang justru matanya tertunduk. Sementara tangan mereka berdua masih saling menggenggam.

“Sekarang kamu sudah jadi tentara, gagah. Berani mati membela negara. Tapi kenyataannya? Tidak berani mati membela janjimu sendiri, Mas,” lanjut Suryati, nama perempuan itu.

Sebenarnya kalimat-kalimat dalam film pendek berjudul “Izinkan Saya Menikahinya” itu diucapkan dalam bahasa Jawa ngapak. Meski demikian, justru penggunaan bahasa lokal pada film pendek karya anak-anak SMA Rembang Purbalingga ini menjadi kekuatan tersendiri di samping cerita yang diangkatnya.

Selama sepuluh menit ketika film ini diputar di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (20/1/2016) malam, penonton seolah diajak tak berkedip menanti setiap kejutan yang disuguhkan. Logat ngapak Suryono ketika mengucap “Inyong sayang” misalnya, mampu memancing tawa penonton. Begini toh rasanya mendengar bahasa Jawa ngapak ketika digunakan dalam percakapan romantis. Terdengar unik dan menjadi sebuah pengalaman tak biasa bagi penonton yang berasal dari berbagai daerah.

Meminjam pernyataan dari Ifa Isfansyah, salah satu juri pada perhelatan final Festival Film Pendek Indonesia (FFPI) 2016 yang diselenggarakan Kompas TV ini, bahwa pada akhirnya para juri tidak terlalu berpatokan pada unsur teknikal semata, melainkan mereka merasakan bahwa sebuah film menjadi bagus ketika unsur-unsur di dalamnya saling mengisi secara pas dan tepat dengan gagasannya. Maka ketika di penghujung acara, film “Izinkan Saya Menikahinya” diumumkan sebagai juara pertama pada kategori pelajar, tak terbantahkan lagi bahwa hal itu layak dan wajar jika seisi gedung pada malam itu bertepuk tangan panjang sebagai tanda apresiasi.

Sebuah kisah cinta memang selalu menarik ketika diangkat dalam media film. Demikian halnya dengan “Izinkan Saya Menikahinya”. Namun siapa sangka, karya kreatif pelajar SMA ini justru sempat berjibaku dengan kontroversi dalam perjalanannya. Tak lain adalah konten dari cerita film ini sendiri yang sangat berani menyerempet isu 65.

Suryono, sang tentara yang menjadi tokoh utama, harus menerima kenyataan bahwa impiannya untuk menikahi Suryati terganjal oleh izin atasannya. Alasannya adalah kakek Suryati disinyalir adalah bekas tahanan politik yang pernah terlibat dengan organisasi terlarang PKI.

Dijelaskan oleh Iskandar, salah seorang perwakilan dari tim produksi film tersebut, bahwa karya mereka sebenarnya adalah hasil kegiatan ekstra kurikuler di SMA Rembang Purbalingga. Semula berbentuk dokumenter dan kemudian dibuat versi fiksi seperti sekarang. Tetapi justru pihak sekolah tidak berani mendukung kegiatan mereka karena takut dengan konten yang sensitif. Bahkan tim produksi yang awalnya bernama “Pak Dirman Film” akhirnya berubah menjadi “Gerilya Pak Dirman Film” gara-gara hal tersebut.

Dikaitkan dengan tema utama FFPI 2016, yakni humanisme, film “Izinkan Saya Menikahinya” memang menyuguhkan realita kemanusiaan yang tak terelakkan meski dibungkus dalam balutan fiksi. Menjadi sedap dan menarik ketika dituturkan oleh para pelajar dari daerah seperti Purbalingga.

Diskusi seru di malam final FFPI 2016 (foto: widikurniawan)
Diskusi seru di malam final FFPI 2016 (foto: widikurniawan)
Lima besar di final FFPI 2016 kategori pelajar memang mayoritas berasal dari daerah dan mengangkat tema kemanusiaan di daerah. Film pendek berjudul “Mata Hati Djoyokardi” karya pelajar SMA Khadijah Surabaya berhasil menjadi runner-up. Sedangkan “Terminal” karya pelajar SMK Negeri Kuripan berhasil meraih gelar juara ketiga di depan dua karya finalis lainnya yakni “Kihung (Jalan Menikung)” karya pelajar SMK Negeri 5 Bandar Lampung serta “Dua Hari” karya pelajar SMA Negeri Muara Enim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun