Ramadan menjadi momen untuk menahan nafsu dan berbagai godaan. Ironisnya, berdasar data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, timbunan sampah di bulan Ramadan justru tercatat naik sekitar 20 persen dikarenakan melonjaknya sampah sisa makanan dan sampah kemasan.
Artinya, ada kecenderungan belanja yang meningkat di bulan Ramadan, tapi seolah hanya menuruti nafsu semata sehingga berujung pada meningkatnya timbunan sampah.
Sampah sisa makanan misalnya. Dapat diperkirakan melonjak karena perilaku buka puasa yang "ugal-ugalan" dan cenderung "balas dendam".
Aneka ragam takjil dibeli, walau tak semua dihabiskan. Saat buka bersama juga ada kecenderungan banyak jenis makanan dan minuman dipesan, tapi ujung-ujungnya tetap bersisa.
Diet sampah dianggap menjadi salah satu solusi untuk mengerem timbunan sampah yang meningkat. Dimulai dari diri sendiri dan keluarga menerapkan perilaku ramah lingkungan.
Misalnya, selalu membawa kantong atau tas sendiri ketika belanja. Membawa wadah makanan dan minuman sendiri saat membeli takjil.
Efektifkah?
Secara ideal sih menjadi langkah yang luar biasa jika..., sekali lagi jika, banyak orang menerapkannya secara masif dan massal. Tapi apakah demikian faktanya?Â
Sepertinya masih jauh dari angan-angan kita yang berharap sampah tidak menjadi permasalahan yang menggerogoti bumi. Memang tidak ada usaha yang sia-sia, maka diet sampah dan peduli lingkungan memang penting diterapkan.