Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Merenungkan Kebenaran Melalui "Mencari Hilal"

5 April 2023   03:00 Diperbarui: 5 April 2023   03:49 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencari Hilal (foto: Tribun Jabar/istimewa)

Jika diminta menyebut salah satu judul film Indonesia terbaik yang pernah saya tonton, maka "Mencari Hilal" bakal menjadi salah satu yang terpikirkan.

Film produksi 2015 silam ini memang kurang dilirik penonton ketika tayang di bioskop, tapi siapa sangka jika sederet nominasi dan penghargaan di berbagai festival film mampu disabet. Deddy Sutomo, almarhum, sempat meraih Piala Citra Festival Film Indonesia (FFI) 2015 untuk kategori Pemeran Utama Pria Terbaik lewat film ini. Ia juga memenangi Piala Maya 2015 untuk kategori serupa.

Sutradara Ismail Basbeth mampu mengemas "Mencari Hilal" melebihi ekspektasi orang yang mengira hanyalah sebagai film religi biasa. Faktanya, film ini secara jujur menyuguhkan realita kehidupan sosial dan beragama di kalangan masyarakat, serta tak lupa menyentil isu ekonomi, lingkungan hingga politik.

Saking jujurnya, kadang penonton bakal terpancing untuk tersenyum simpul atau spontan tertawa walaupun adegan dan dialognya sama sekali tidak sedang melawak.

Adalah Mahmud (Deddy Sutomo), seorang lelaki tua pedagang sembako di sebuah pasar di Yogyakarta. Segala aspek dalam hidupnya selalu diniatkan untuk ibadah, termasuk berdagang. Baginya untung kecil tidak masalah asal pembeli dan penjual sama-sama ridho.

Inilah yang memicu kemarahan pedagang lainnya yang berbeda prinsip dengan Mahmud.

Konflik dengan pedagang lainnya sampai menyerempet debat soal orang yang berilmu dan tanpa ilmu. Dari sinilah muncul celetukan soal isu nasional saat itu.

"Orang berilmu kok nentuin sidang isbat sampai habis sembilan miliar?!"

Mahmud sempat tercengang mendengarnya dan dari situlah cerita "Mencari Hilal" bermula. Lelaki tua itu kemudian membulatkan tekad untuk pergi sendiri mencari hilal. Ia ingin menapaktilasi tradisi mencari hilal yang dulu pernah dilakukan sewaktu masih belajar di pesantren.

Mahmud sekaligus ingin membuktikan bahwa melihat hilal untuk penentuan awal Ramadhan dan Syawal tak harus menelan biaya sampai miliaran rupiah seperti yang pemerintah lakukan. Ia merasa bisa melakukannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun