Ramadan tahun ini terasa spesial dan penuh kejutan. Spesial karena seolah sudah di ambang "kemerdekaan" dari pandemi. Penuh kejutan karena beberapa hari terakhir ini dibumbui dengan ragam berita politik yang kian memanas.
Padahal, rumus Ramadan yang kita kenal dari dulu seharusnya bisa mendorong manusia untuk lebih fokus beribadah, ingat umur, lebih bijak dan mampu menahan diri dari dorongan nafsu duniawi. Ramadan adalah waktu di mana orang-orang saling berbagi dan berlomba-lomba dalam kebaikan.
Lha, ini kok kita disuguhi adegan pengeroyokan, tawuran, klitih, hingga komentar-komentar pedas nan negatif yang tetap berseliweran di media sosial. Bulan puasa kok rasa-rasanya hanya sebagai ajang menahan lapar sembari menunggu takjil semata.
Kata guru saya dulu, Ramadan adalah sebaik-baiknya waktu untuk meneladani sifat Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Bagi seorang muslim, Rasulullah tentu saja panutan dan teladan yang baik.
Beliau memiliki sifat wajib yang patut diteladani oleh umat muslim. Sifat tersebut yaitu sidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
Sidiq
Sidiq berarti jujur alias berkata dan berbuat dengan sesungguhnya. Jujur dalam lisan, jujur pula dalam tingkah laku.
Dewasa ini kejujuran seolah menjadi barang mahal, terutama di kala berita hoax bertebaran menyaru seolah-olah menjadi yang paling benar. Semua orang bisa mengaku dirinya paling jujur, tapi jujur tidak semata karena pengakuan.
Jangan mengaku mengambil dua biji gorengan, padahal sebenarnya telah mengamankan empat biji gorengan plus segenggam cabe rawit. Itu namanya korupsi, walau levelnya masih gorengan. Bayangkan, bisa berabe andai orang semacam ini punya kekuasaan dan sifatnya terlanjur jauh dari makna sidiq.
Amanah
Amanah berarti bisa dipercaya. Amanah adalah kepercayaan yang diberikan seseorang untuk dijalankan atau dipelihara sebaik-baiknya. Seseorang yang diberikan amanah tidak boleh menyia-nyiakan amanah tersebut, baik sengaja maupun tidak.