Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Enggan Cuti Sakit dan Maksain Kerja, Ujungnya Masuk IGD

3 Juni 2021   21:34 Diperbarui: 4 Juni 2021   05:53 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi suSuasana kerja di kantor (Foto: Pexels.com/fauxels)

Seorang karyawan atau pegawai pasti akan merasakan dilema ketika akan mengajukan izin atau cuti sakit. Apalagi jika sakitnya terbilang "receh" macam tidak enak badan, sesekali pilek, sakit kepala hingga keseleo atau jari tangan kejepit pintu.

Dilema itu mewujud dalam rasa tidak enak hati dengan atasan atau rekan-rekan kerja. Muncul rasa was-was andai orang-orang di kantor tidak mempercayai kondisi kita. Timbul pula ketakutan jika bos di kantor justru menilai buruk karena kita dianggap mengada-ada cari alasan tidak masuk kerja.

Perasaan seperti itu wajar saja dan manusiawi. Namun bisa berakibat fatal jika kita tidak bisa mengukur sejauh mana kita bisa bertahan untuk tetap bekerja di kala tubuh tidak mendukung.

Pengalaman beberapa tahun lalu saat masih terbilang awal bekerja di Jakarta, benar-benar mengubah pandangan saya tentang bagaimana harus bertindak tatkala gejala sakit menyerang di hari kerja.

Saat itu badan saya sudah terasa tidak enak sejak bangun tidur. Namun karena teringat dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan di kantor dan rasa tidak enak hati jika minta izin ke atasan, maka saya pun memaksakan diri untuk berangkat kerja.

Tahun itu, jauh sebelum pandemi menyerang dunia, saya pun masih mengalami hiruk-pikuk kepadatan naik KRL Commuterline dari Bogor menuju Jakarta. Dalam kondisi tidak fit, saya tetap memaksakan diri berhimpitan dengan para penumpang kereta.

Hingga saat kereta masuk stasiun Manggarai, tubuh saya terasa makin lemah, kepala saya pusing dan perut rasanya melilit. Dalam kondisi seperti itu, terpaksa saya meminta tempat duduk penumpang perempuan di depan saya, padahal tinggal satu stasiun lagi saya bakal turun.

Orang-orang seolah melihat saya dengan aneh. Baru kali ini ada penumpang cowok meminta tempat duduk milik perempuan. Tapi ah, daripada jatuh pingsan, saya terpaksa melakukannya.

Sampai di kantor, tubuh saya benar-benar sudah lemas. Melihat kondisi saya seperti itu, atasan saya melongo dan hanya mengangguk ketika saya meminta izin berobat ke rumah sakit. Mungkin ia tak bisa berkata-kata, karena tadinya mau ngasih kerjaan tapi malah melihat kondisi saya yang oleng.

Dari kantor saya naik taksi sendirian ke RS Fatmawati. Saya berusaha menguatkan diri untuk tetap melek dan bisa berdiri serta berjalan. Tak ada rekan saya yang menyertai saya saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun