Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Tahun 2020, Naik KRL Commuterline Ibarat Ketemu Mantan

26 Desember 2020   20:33 Diperbarui: 28 Desember 2020   05:21 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Stasiun Sudirman di kala pandemi Covid-19 (foto: widikurniawan)

Saya tak otomatis menutup hidung dengan tangan saya. Mungkin karena sudah terbiasa dan agak kebal dengan bau jenis ini, maka saya santuy aja sambil tetap memainkan smartphone di tangan saya.

Namun, tak berapa lama kok rasanya agak aneh. Saya mengalihkan pandangan saya dari smartphone dan mendapati bahwa orang-orang di sekeliling saya tampak memandang saya dengan tatapan curiga. Jangan-jangan mereka menuduh saya yang buang angin.

Seketika jiwa intelijen saya yang terlatih karena sering nonton film spionase macam "James Bond" dan "Johnny English" membuat saya menganalisa dengan cepat orang-orang di sekitar saya.

Depan saya ada dua remaja perempuan yang sedang saling berbisik, sepertinya ngomongin saya. Sebelahnya ada ibu agak tua, demikian pula di belakang saya. Sisanya di kanan kiri saya adalah adalah bapak-bapak berpenampilan rapi dengan usia yang terbilang sepuh.

Melihat profil mereka dan membandingkan dengan diri saya, laki-laki yang nggak muda tapi nggak bisa dibilang tua, serta faktanya saya tidak menutup hidung, fix, pasti mereka mengira sayalah si tukang kentut. Profil saya sungguh meyakinkan sebagai tersangka pelaku kentut, karena tidak mungkin menuduh emak-emak atau bapak-bapak sepuh yang melakukannya. Nggak sopan banget jika berpikiran seperti itu.

Saya hanya bisa pasrah menerima pandangan tajam serta bisik-bisik yang terdengar seperti "ganteng-ganteng kok kentut sembarangan?".

Nggak papa, saya tabah kok, yang penting masih diakui ganteng.

Peristiwa absurd semacam itu jelas bikin kangen, walau sebenarnya menjengkelkan. Sesungguhnya, saya juga kangen berdesakan. Saya rindu menginjak dan diinjak sesama penumpang. Dorong-dorongan dan rebutan masuk kereta selama ini juga telah jadi passion saya. Termasuk mengintip percakapan WA penumpang di depan saya, itu adalah hiburan tersendiri.

Maka suatu ketika di saat pandemi yang tak kunjung henti ini saya pun memberanikan diri untuk mencoba kembali naik KRL Commuterline. Kebetulan malam itu saya sudah ketinggalan bus langganan saya, so daripada merelakan lembaran uang dua ratus ribu untuk naik taksi, saya pun memilih untuk kembali menumpang KRL dengan ongkos cukup goceng saja.

Bagaimana dengan larangan istri? Ah, saya bisa saja beralasan uangnya mending buat beli martabak daripada buat naik taksi. Toh, sampai sekarang istri saya juga nggak tahu, kecuali dia baca artikel ini.

Tapi, kembali naik KRL kok berasa kayak janjian sama mantan gitu deh ya? Janjian diem-diem tanpa sepengetahuan istri di rumah. Apakah ini yang dinamakan selingkuh? (Eh, maaf say, paragraf ini berdasarkan pengalaman orang lain kok, bukan aku... tolong pintunya jangan dikunci ya...).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun