Mohon tunggu...
Widi Kurniawan
Widi Kurniawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pegawai

Pengguna angkutan umum yang baik dan benar | Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Kisruh Tiket KRL dan Public Relations yang Gagap

23 Juli 2018   12:20 Diperbarui: 23 Juli 2018   15:59 1788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana antrean di Stasiun Bojonggede (foto by widikurniawan)

Setiap hari Senin dipastikan menjadi hari paling sibuk bagi pengguna KRL Commuterline Jabodetabek, terutama saat pagi di jam sibuk. Tak hanya para pekerja yang ingin berangkat lebih awal di Senin pagi, banyak pula pekerja dengan pola berangkat Senin pulang Jumat malam yang ikut memadati kereta. Mereka inilah para penglaju mingguan yang punya tempat tinggal kedua di Jakarta, entah itu kos, apartemen atau justru menginap di tempat kerjanya.

Senin, 23 Juli 2018 pagi, tak lagi Senin yang sibuk seperti biasa. Senin pagi ini sudah menjadi horor bagi pengguna KRL Commuterline. Bukan karena kepadatan yang luar biasa (yang telah menjadi hal biasa), ataupun karena adanya keterlambatan kereta karena gangguan.

Seluruh stasiun KRL Commuterline hampir mengalami problem yang sama, yakni antrean panjang mengular untuk bisa masuk ke area stasiun. Akar dari permasalahan ini adalah pembaruan sistem ticketing yang memerlukan waktu. Alhasil tidak bisa digunakan kartu elektronik multitrip (KMT) maupun kartu pembayaran elektronik dari bank yang biasanya sangat mudah dipakai. Tinggal tap langsung masuk, tanpa harus antre panjang.

"Sebagai bentuk mitigasi pembaharuan sistem dan pemeliharaan e-ticketing, jika masih membutuhkan penyelesaian waktu maka untuk kelancaran mobilitas pengguna KRL pada Senin 23 Juli 2018 transaksi tiket KRL akan menggunakan tiket kertas," demikian pernyataan pihak PT. Kereta Commuter Indonesia (KCI) melalui akun twitter resmi @commuterline

Ternyata hari Minggu, 22 Juli 2018 kemarin permasalahan sudah muncul dan pihak PT. KCI masih bisa melayani penggunaan kartu harian berjaminan. Namun karena hingga Senin pembaruan sistem belum selesai maka diberlakukan penggunaan karcis kertas dengan harga 3 ribu rupiah untuk tujuan ke mana saja.

Kembali menggunakan karcis kertas mengingatkan kembali ke masa saat KRL belum tertata rapi baik sistem maupun pengelolaannya. Maka tak terelakkan jika antrean panjang terjadi di banyak stasiun.

Sabar mengantre (foto by widikurniawan)
Sabar mengantre (foto by widikurniawan)
Melalui media sosial pun banyak berseliweran kabar yang tak mengenakkan seputar penggunaan karcis kertas ini. Seperti kejadian antre yang menyebabkan saling dorong dan caci maki. Bahkan muncul pula calo dadakan yang mengambil kesempatan dengan menjual karcis kertas menjadi 5 ribu per lembarnya.

Pantauan saya di Stasiun Bojonggede pagi tadi, masih banyak penumpang yang terkejut melihat antraen panjang untuk masuk stasiun. Meski sebelumnya via media sosial sudah beredar kabar yak mengenakkan ini, tapi kenyataannya kabar tersebut tak menjangkau semua kalangan penumpang.

"Bagaimana ini sih? Katanya sistem bagus kok jadi begini?" cetus seorang pria paruh baya yang baru tiba di area stasiun.

Wajar jika dia bingung dan marah. Orang yang baru datang ke stasiun dan mendapati antrean begitu panjang, pasti awalnya bingung mau antre di sebelah mana. Tidak ada petugas yang bisa ditanya di ujung antrean, karena semua petugas berada di posisi pintu masuk dan dekat loket.

"Ini beli tiket antre ke loket atau langsung antre di barisan yang mau masuk?" tanya seseorang.

"Langsung saja pak, di depan ada petugasnya kok, bawa uang pas bisa masuk," jawab yang lain.

Masih untung ada semangat saling berbagi informasi di antara penumpang.

Kembali ke sistem manual karcis kertas (foto by widikurniawan)
Kembali ke sistem manual karcis kertas (foto by widikurniawan)
Ketidaksiapan petugas di lapangan memang wajar dan bisa dimaklumi. Melayani ribuan orang dalam satu waktu bukanlah persoalan mudah. Bisa jadi mereka lelah, bisa jadi mereka belum sarapan, maka jika terjadi kekacauan di lapangan, petinggi PT KCI lah yang harus berbenah dan mengevaluasi diri.

Rencana pembenahan sistem ticketing ini sebenarnya sudah beberapa waktu diinformasikan kepada penumpang. Namun saat itu pemberitahuan hanya sekedar penggantian KMT lama menjadi KMT baru.

"Mulai tanggal 21 Juli 2018 KMT lama dengan Nomor Seri 1001 tidak dapat digunakan lagi untuk perjalanan KRL, silakan dapat melakukan penggantian KMT lama menjadi KMT baru (FeliCa) GRATIS di loket Stasiun KRL," demikian pengumuman melalui akun @commuterline.

Nah, sepertinya penggantian sistem itu tidak berjalan mulus dan ada hal-hal yang tak terduga sehingga harus berakibat kembali ke tiket manual untuk sementara.

Public Relations yang gagap

Sebagai perusahaan yang bergerak di jasa pelayanan publik, antisipasi dan komunikasi publik harus berjalan dengan baik. SOP yang tidak berjalan baik di lapangan menunjukkan bahwa memang ada PR besar dalam hal kuantitas dan kualitas SDM di setiap stasiun. 

Hal ini diperparah dengan peran public relations seolah gagap dan belum mampu melakukan komunikasi yang baik serta menjangkau seluruh pengguna layanan. Informasi tidak jelas dan kalau penumpang tidak aktif maka ia akan ketinggalan.

Sebagai contoh, di Stasiun Bojonggede petugas menyarankan kepada penumpang untuk membeli karcis sekaligus PP (pergi dan pulang). Sementara di sebuah portal berita online, pejabat Humas PT KCI menyatakan bahwa sebaiknya penumpang hanya membeli 1 tiket per transaksi, karena di siang hari tiket elektronik sudah dapat dipergunakan. Simpang siur informasi ini jelas membingungkan konsumen.

PT. KCI jelas perlu pembenahan, terutama dalam hal public relations. Hingga saat ini kalimat andalan PT. KCI masih berupa kalimat "kami mohon maaf atas ketidaknyamanan anda." Bahkan bila terdesak muncul lagi kalimat sakti "silakan mencari alternatif transportasi lainnya."

Ini seperti saat penumpang mengeluhkan ketika terjadi gangguan perjalanan dan ada penumpang lain malah nyeletuk "kalau nggak suka naik taksi aja Mas." Nah, nyatanya penumpang pun opininya beragam dan terbelah. Ragam keluhan pun bisa mudah ditemukan di media sosial.

Bagaimanapun KRL Commuterline adalah transportasi primadona bahkan bisa jadi satu-satunya andalan, sehingga wajar bila semua pengguna merasa memiliki dan peduli. Kritik dan keluhan bukan berarti tidak suka, toh besok-besok mereka tetap naik KRL meski hari ini kecewa berat.

Ibarat saat orang tua berbuat salah dan mendapat keluhan dari anak. Tidak mungkin lah orang tua malah cemberut dan bilang "kalau nggak suka kamu cari alternatif orang tua lain sana..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun