"Langsung saja pak, di depan ada petugasnya kok, bawa uang pas bisa masuk," jawab yang lain.
Masih untung ada semangat saling berbagi informasi di antara penumpang.
Rencana pembenahan sistem ticketing ini sebenarnya sudah beberapa waktu diinformasikan kepada penumpang. Namun saat itu pemberitahuan hanya sekedar penggantian KMT lama menjadi KMT baru.
"Mulai tanggal 21 Juli 2018 KMT lama dengan Nomor Seri 1001 tidak dapat digunakan lagi untuk perjalanan KRL, silakan dapat melakukan penggantian KMT lama menjadi KMT baru (FeliCa) GRATIS di loket Stasiun KRL," demikian pengumuman melalui akun @commuterline.
Nah, sepertinya penggantian sistem itu tidak berjalan mulus dan ada hal-hal yang tak terduga sehingga harus berakibat kembali ke tiket manual untuk sementara.
Public Relations yang gagap
Sebagai perusahaan yang bergerak di jasa pelayanan publik, antisipasi dan komunikasi publik harus berjalan dengan baik. SOP yang tidak berjalan baik di lapangan menunjukkan bahwa memang ada PR besar dalam hal kuantitas dan kualitas SDM di setiap stasiun.Â
Hal ini diperparah dengan peran public relations seolah gagap dan belum mampu melakukan komunikasi yang baik serta menjangkau seluruh pengguna layanan. Informasi tidak jelas dan kalau penumpang tidak aktif maka ia akan ketinggalan.
Sebagai contoh, di Stasiun Bojonggede petugas menyarankan kepada penumpang untuk membeli karcis sekaligus PP (pergi dan pulang). Sementara di sebuah portal berita online, pejabat Humas PT KCI menyatakan bahwa sebaiknya penumpang hanya membeli 1 tiket per transaksi, karena di siang hari tiket elektronik sudah dapat dipergunakan. Simpang siur informasi ini jelas membingungkan konsumen.
PT. KCI jelas perlu pembenahan, terutama dalam hal public relations. Hingga saat ini kalimat andalan PT. KCI masih berupa kalimat "kami mohon maaf atas ketidaknyamanan anda." Bahkan bila terdesak muncul lagi kalimat sakti "silakan mencari alternatif transportasi lainnya."