Mohon tunggu...
Widi Handoko
Widi Handoko Mohon Tunggu... Konsultan - Statistisi Ahli Muda

Data untuk kita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Catatan Bencana Palu

1 November 2018   08:14 Diperbarui: 1 November 2018   08:16 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tsunami yang terjadi di Palu tidak kalah menimbulkan tanda tanya besar. Hal ini karena salah satu syarat terjadinya tsunami adalah pergerakan patahan gempa yang vertikal, namun sesar palu koro sendiri merupakan patahan horizontal. 

Dengan berbagai asumsi dan kondisi air tsunami saat menerjang daratan, BNPB memperkirakan sebab tsunami dikarenakan longsoran sendimen di dasar laut. Benar saja, 2 Minggu setelah kejadian KRI Sipca menemukan longsoran di kedalam 200-500 meter di tanjung labuan/wani, teluk palu. 

Lalu, peristiwa likuifaksi yang begitu mengerikan, para ahli pun menjelaskan dengan gamblang. Peristiwa itu terjadi akibat tanah kehilangan daya ikat, sehingga tanah menjadi cair. Hal inilah yang membuat bangunan yang ada diatasnya terlihat berjalan, bahkan ada yang tenggelam tanah yang berubah menjadi lumpur.

Kurang lebih seperti itulah penjelasan sebab musabab terjadinya bencana Palu. Yang satu penjelasan berdasarkan keyakinan dan lainnya berdasarkan keilmuan. Namun demikian penjelasan tersebut bukanlah untuk diperdebatkan, ada hal penting yang perlu segera dibenahi berkaca dari bencana Palu tersebut.

Pertama, masyarakat sepertinya masih gagap saat bencana terjadi. Diluar begitu dahsyatnya bencana, diakui atau tidak, ketidaksiapan masyarakat terlihat pada bencana ini. 

Bagaimana bertindak saat gempa di dalam atau di luar ruangan, harus kemana saat di pantai terjadi gempa, dan juga cara pertolongan pertama korban, serta hal-hal lain yang diperlukan saat bencana terjadi, harus disosialisasikan lebih intens. 

Jumlah korban per 21 Oktober 2018 sudah berjumlah 2.113 jiwa dan angka ini masih akan bertambah, bukan jumlah yang sedikit. Dengan kesigapan masyarakat yang lebih matang dan mitigasi yang tersosialisasi dengan baik, diharapkan jumlah korban pada bencana kedepannya dapat diminimalisir.

Kedua, penanganan pasca bencana harus cepat, tepat dan efektif. Dalam bencana di Palu dan sekitarnya terlihat bantuan datang tidak segera datang, memang benar faktor infrastruktur, jalan terutama menjadi penghambat penyaluran bantuan. 

Namun demikian ketersediaan bahan pangan, sandang dan papan dalam kondisi darurat, rasanya masih belum siap sedia. Dana cadangan bencana pun disebut-sebut belum ideal. 

Telatnya bantuan membuat keadaan makin parah, aksi penjarahan pun tak terelakkan, malah keadaan ini dimanfaatkan sekelompok orang jahat dengan menjarah barang-barang mewah. 

Belum lagi bantua  dari masyarakat ada yang tidak sampau tujuan, entah karena khianatnya si penyalur bantuan, atau pun habis diminta  di jalan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun