Mohon tunggu...
Widi Admojo
Widi Admojo Mohon Tunggu... Guru - Widiadmojo adalah seorang guru, tinggal di Kebumen

sedikit berbagi semoga berarti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wali Murid Menggugat Sekolah, Cermin Buram Pendidikan Kita

7 November 2019   13:40 Diperbarui: 7 November 2019   14:01 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jaman dahulu, setidaknya sekitar tahun delapan puluhan ke belakang, ada kebiasaan unik yang dilakukan oleh seorang siswa kepada gurunya. Saat guru datang para siswa berlarian berebut untuk meminta sepeda yang dinaiki guru, lalu menuntunnya untuk ditempatkan di tempat parkir  sepeda guru. Siswa yang lain berusaha untuk mendapatkan tas milik sang guru, untuk dibawa ke meja kantor dan diletakkan dengan penuh rasa kebanggaan yang luar biasa. Ada kepuasaan dan rasa bangga saat dapat membawakan sepeda milik gurunya. Meletakkan tas buku milik guru dikantor, rasanya merupakan penghormatan yang luar biasa yang diberikan siswa kepada gurunya.

Kemanakah budaya indah itu perginya? Sekarang tidak akan mungkin menemukan pemandangan sikap siswa yang luar biasa itu kepada gurunya. Perubahan jaman dan budaya telah mengubah seratus enam puluh derajat pola perilaku siswa kepada gurunya. Termasuk tentu saja sikap dan perilaku masyarakat dan orang tua siswa kepada guru di sekolah. Apresiasi masyarakat terhadap sekolah dan guru seiring dengan perubahan jaman yang ada, juga pada akhirnya mengalami pergeseran-pergeseran.

Baru-baru ini ada berita tentang digugatnya SMA Kolese Gonzaga oleh orang tua siswa  karena putranya dinyatakan  tidak naik kelas oleh gurunya menjadi berita yang mewarnai beberapa media. 

Peristiwa ini tentu saja menarik tetapi sekaligus memprihatinkan. Menarik karena rupanya fenomena pemahaman masyarakat terhadap dunia pendidikan khususnya sekolah, berkaca dari kasus ini tentu menunjukkan telah terjadi perkembangan dan pergeseran. Masyarakat tidak lagi pasif dan selalu permisif dalam mensikapi pengelolaan dan kebijakan pendidikan. 

Peristiwa ini sekaligus juga memprihatinkan karena menunjukkan indikator antara wali murid dengan pihak sekolah belum terjadi  adanya pola kemitraan yang baik. Indikator kesenjangan ini rupanya yang menjadi awal permasalahan mengapa wali murid sampai mengambil sikap menggugat sekolah.

Menggugat sekolah, memang boleh-boleh saja. Apalagi memang ada beberapa celah yang rawan menimbulkan permasalahan terkait dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 

Sebut saja dengan adanya undang-undang perlindungan anak, ancaman pihak sekolah untuk terseret kedalam pusaran pengadilan sangat potensial dan terbuka. Beberapa pasal dan ayat sangat mungkin menjadi penjerat guru dan sekolah bila tidak berhati-hati dan tidak benar-benar profesional dalam melaksanakan tugas profesinya. 

Namun demikian bila dikaji lebih mendalam, sebenarnya gugat menggugat antara wali murid dengan pihak sekolah itu tidak perlu terjadi apabila program kemitraan antara sekolah dan orang tua berjalan dengan maksimal.  Peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan (Permendikbud) nomor 30 tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga Dalam Penyelenggaraan Pendidikan  sebenarnya sangat memungkinkan bagi wali murid untuk memahami secara mendalam tentang berbagai kebijakan sekolah. 

Ada forum-forum yang dapat dimanfaatkan untuk membangun persepsi yang sama antara sekolah dan orang tua murid melalui program kemitraan keluarga dengan sekolah seperti diatur dalam Permendikbud nomor 3o tahun 2017 tersebut. Sehingga sebenarnya menjadi pertanyaan besar bagaimana wajah kemitraan sekolah tersebut dengan pihak orang tua murid sehingga terjadi konflik yang sebenarnya tidak perlu terjadi apabila program kemitraan ini berjalan dengan baik.

Dalam program kemitraan ini masyarakat bukan hanya berperan sebagai pendengar kebijakan pendidikan, tetapi dapat berperan sebagai pelaku atau subyek yang turut serta berpartisipasi dalam melahirkan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Permasalahan akan muncul bila jarak antara sekolah dan masyarakat dalam hal ini wali murid, tidak terjalin komunikasi dan kemitraan yang baik. 

Sebagai contoh untuk menanggapi kriteria kenaikan kelas, semestinya orang tua sudah memahami dengan baik bila sejak awal, regulasi yang dipergunakan sekolah untuk menentukan kenaikan kelas siswa sudah benar-benar dimengerti orang tua. Bahkan bilamana perlu penyusunan regulasi ini juga melibatkan unsur masyarakat melalui perwakilan yang umumnya dimediasi oleh komite sekolah atau paguyuban wali murid. 

Orang tua sudah barang tentu tidak boleh hanya sebagai pemakai kebijakan tetapi sudah pada tingkatan turut berpartisipasi melahirkan kebijakan bersama dengan guru dan sekolah melalui kegiatan kemitraan yang disusun sekolah. Sehingga nampak lucu dan aneh ada orang tua menggugat sekolah gara-gara tidak naik kelas. 

Kelucuan ini bisa disebabkan karena program kemitraan sekolah tidak dijalankan, atau bisa juga karena sikap over ackting orang tua dalam mensikapi kebijakan sekolah yang sebenarnya sudah terlegitimasi dengan sempurna melalui tahapan dan standar operasional prosedur tata cara kenaikan kelas yang diatur melalui berbagai regulasi dan peraturan akademik yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun