Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kita Hanyalah Para Jelata yang Mencoba WFH

20 Maret 2020   19:44 Diperbarui: 9 Juli 2020   12:12 13366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI. Warga beraktivitas di permukiman kumuh kampung nelayan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. (KOMPAS.com/GARRY ANDREW LOTULUNG)

Boro-boro kan. Mau tidur aja belum tentu 1 anak punya kamar sendiri. Lha di rumah saya tinggal ini, motor diparkir dalam rumah gara-gara nggak punya garasi. Apa nggak nempel itu semua residu, virus di ruang tamu. Sampingnya udah ruang TV buat leyeh-leyeh. Tapi Wid, kan tiap orang punya pilihan? Iya sih.. tapi seberapa banyak pilihanya? Kalau pilihan bereproduksi sesuai dengan kemampuan keluarga, okelah.

Tapi kan kalau dari kecil nggak punya akses pendidikan, gak dikasih imunisasi oleh orangtuanya karena keterbatasan biaya, sakit polio, dinikah siri saat muda hanya demi mendapat pemasukan ekonomi, suaminya sakit kanker, dicerai, lalu balik lagi tinggal di rumah petak keluarganya yang dihuni oleh 5 generasi, terus gimana? Ini kejadian beneran lho di tetangga saya.

Karena pilihan mereka terbatas, mereka pun terdampak dua kali dalam pandemi ini.

Pertama, penghidupan mereka di sektor informal terancam. Kalau gak dagang, mereka gak akan punya uang buat hidup. Tapi kalau jualan, riskan bakal kena virus. Pun dagangannya terancam nggak laku: yang naik angkot sedikit, cilok depan SD nganggur, terus nggak ada yang butuh sol sepatu (mending duitnya dipake buat beli masker kan?) Pilihannya apa lagi dong? Coba ngelamar kerja? Jadi apa? Youtuber?

Gitu.

Wah jadi panjang kan ngelanturnya. Enak sekali ya mengeluarkan uneg-uneg di tengah kejenuhan WFH ini. Harapannya bisa bangun siang dan kerja sambil leyeh-leyeh. Tapi yang terjadi adalah jadi nggak ada beda antara istirahat dan kerja. Kesakralan waktu istirahatku pun ternoda.

Tapi apapun yang terjadi, kita tetap harus bersyukur dan mengapresiasi para pekerja yang harus keluar rumah saat situasi genting seperti ini. Hormat saya buat pekerja medis, teknisi yang menjamin pasokan listrik, air, jaringan telekomunikasi, buruh media, pekerja industri pangan, transportasi, driver apapun wujudnya, rohaniwan yang rela berjauhan sementara dengan umatnya, dan siapapun yang berjuang di luar sana.

Dan terutama, buat tetangga-tetangga saya yang apa adanya. Saya kesal liat kalian berkeliaran, tapi ikhlas dan pasrah. Sebagai manusia utopis pesimistik leyeh-leyehis yang melankolis, yang saya bisa hanya memahami. Nikmatin aja.

Bapak saya juga buruh pabrik garmen kok, yang punya target menghasilkan sekian pakaian per harinya. Beliau masih kerja pulang-pergi dan sangat mungkin terpapar yang aneh-aneh. Doakan ya...

Gang rumah saya kalau lagi sepi. Kalau lagi rame terus saya foto, bisa berabe urusan. Foto oleh WIDHA KARINA
Gang rumah saya kalau lagi sepi. Kalau lagi rame terus saya foto, bisa berabe urusan. Foto oleh WIDHA KARINA
Buat pren-pren priyayi dan kebetulan datang dari keluarga kaya, saya nda mangkel kok sama kalian. Teman-teman saya banyak yang orang kaya dan kerap berempati kepada mereka yang kurang beruntung.

Semoga privilese yang kalian miliki tidak membuat kalian abai atau menganggap masyarakat gang kecil begini adalah tipe orang yang tidak berusaha dan selalu mengingkari opsi yang lebih baik bagi dirinya.

In the end.......Seberapa pun mutakhirnya istilah, metode, protokol, atau teknologi yang kita gunakan, perlu diingat bahwa kita memiliki ragam lapisan masyarakat yang tidak semuanya mendapatkan akses informasi dan edukasi, bahkan sejak sangat lama. Plis banget ini, karenanya mohon saling tahu diri. Hindari panic buying supaya harga Kinderjoy tetap stabil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun