Mohon tunggu...
Widha Karina
Widha Karina Mohon Tunggu... Penulis - Content Worker

seni | sejarah | sosial politik | budaya | lingkungan | buku dan sastra | traveling | bobok siang. mencatat, menertawakan keseharian, dan menjadi satir di widhakarina.blogspot.com dan instagram.com/widhakarina

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kaleng dari Masa Lalu

18 Januari 2016   19:41 Diperbarui: 18 Januari 2016   22:02 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Putar saja! Mainan seri binatang ini bergerak dengan cara diputar. Anak-anak yang tumbuh besar bersama mainan ini tentu pernah memutar mainan ini bersama-bersama, lalu membiarkannya berlomba hingga garis finish. (Foto oleh: Sendy Nurseptara; Koleksi mainan milik Fery Diananto)"][/caption]Mobil  dan boneka adalah figur mainan yang selalu digemari anak-anak dari masa ke masa. Tidak ada yang benar-benar berubah, selain bahan baku dan metode pembuatannya.

Apapun bentuknya, ―virtual, benda, ataupun verbal― mainan selalu menjadi miniatur kehidupan, jalur yang manis bagi anak-anak untuk lebih memahami lingkungan (berikut dinamika yang menyertainya). Setelah melewati era mainan tradisional yang menggunakan bahan alami sebagai bahan baku pembuatan, pada kisaran tahun 1800-an industri mainan Eropa mulai mempolulerkan mainan yang terbuat dari kaleng. Tren mainan kaleng dimulai oleh Jerman, dengan beroperasinya perusahaan mainan Bing, Fleischman, Lehmann, Guntermann, dan Marklin, yang kemudian diikuti oleh beberapa pabrik asal di Perancis dan Inggris.

Minat pasar pada mainan kaleng begitu tinggi hingga permintaannya datang tak hanya dari Eropa. Mainan kaleng asal Jerman akhirnya mulai merambah pasar Jepang pada tahun 1870-an (ketika Restorasi Meiji tengah berlangsung) dan dalam tempo singkat langsung menginspirasi produsen mainan lokal Jepang untuk juga membuat mainan kaleng. Tetapi, jika kita cermati, ada yang berbeda antara bentuk mainan kaleng yang dibuat oleh negara-negara di Eropa dengan buatan Jepang. Jika mainan kaleng negara-negara di Eropa bentuknya menyerupai benda yang sangat menyerupai aslinya (seperti miniatur), maka mainan asal Jepang cenderung memilih desain animasi. Eropa lebih suka meniru objek asli secara detail sedangkan Jepang sepertinya lebih suka memodifikasi objek menjadi mainan warna-warni yang menarik hati anak-anak. Sebagai gambaran, silakan bandingkan perbedaan antara mainan versi Eropa dan Jepang berikut ini:

[caption caption="Mainan koleksi Galerie de Chartres. Dibuat oleh perusahaan mainan Marklin (Jerman) tahun 1910. Didesain layaknya replika kapal perang Belgia Leopold II. Berukuran panjang 96cm dan versi karatannya dibanderol senilai ribuan Euro. Sumber gambar: antiquetoyworld.com"]

[/caption]

[caption caption="Kapal Tunda buatan perusahaan mainan San Marusan, Jepang, tahun 1950-an. Berukuran panjang 34 cm. Edisi second hand dijual seharga 30-an Euro. Sumber gambar: ebay.ie"]

[/caption]

[caption caption="Bandingkan kedua mainan kaleng ini. Yang kiri adalah buatan Perancis dan yang kanan adalah hasil kreasi perusahaan mainan di Jepang. Keduanya sama-sama mengambil objek kereta dengan kuda, tetapi masing-masing punya gaya desain yang berbeda. Sumber gambar kiri: antiquetoyworld.com | kanan: ebay.ie"]

[/caption]

Beberapa perusahaan mainan kaleng di Jepang seperti Masudaya, Nomura, Yoshiya, dan Bandai mencapai puncak kejayaannya menjelang akhir 1920-an, tetapi hampir bangkrut pada masa Perang Dunia II akibat terkena krisis ekonomi yang disebabkan oleh kekalahan Jepang melawan tentara sekutu. Meski demikian, Jepang pulih dengan cepat. Sementara itu perusahaan mainan kaleng di Eropa terpaksa gulung tikar karena peperangan dan terpaksa harus mengakali persaingan pasar dengan menggunakan bahan baku pembuatan yang lebih murah, yakni plastik. Dan sebaliknya, industri mainan dari Negeri Sakura malah menguasai pasar mainan. Namun lambat laun, Jepang pun akhirnya keok juga. Pada tahun 1960-an, keluarlah penetapan standar keamanan mainan secara global dan isu yang menuding kaleng sebagai bahan baku mainan yang tidak aman bagi anak-anak. Isu ini akhirnya mematikan produksi mainan kaleng, baik di Eropa maupun Jepang. Meski demikian, beberapa tahun kemudian setelah isu keamanan reda, Tiongkok mengambil alih kedigdayaan Jepang dan negara-negara Eropa dengan membuat mainan-mainan replika berbahan kaleng, bahkan hingga hari ini.

Berdasarkan cara pengoperasian, ada tiga jenis mainan kaleng yang beredar sejak abad ke-19, yaitu friction, putar, dan baterai. Mainan friction harus Anda pancing daya geraknya dengan terlebih dahulu memundurkan roda, lalu membiarkannya berjalan sendiri, sementara mainan putar dapat bergerak setelah Anda memutar kenopnya menggunakan kunci khusus. Berdasarkan bentuk, mainan kaleng memiliki banyak sekali ragam jenis. Mainan kaleng asal Jepang apalagi. Jika mainan kaleng Eropa selalu meniru objek keseharian (seperti kendaraan, sirkus dan alat-alat rumah tangga) sebagai model mainan, maka Jepang lebih berani mengembangkan bentuk mainan sesuai imajinasi dan objek-objek yang tidak lumrah dilihat di keseharian warganya.

Mengenai ragam mainan kaleng, saya pernah berjumpa dengan Fery Diananto. Fery, yang merupakan Ketua Komunitas Djadoel Indonesia mengatakan bahwa salah satu seri mainan kaleng yang populer dari Jepang adalah seri space, yang terdiri dari prototip UFO, robot, dan segala sesuatu yang merupakan hasil imajinasi manusia tentang kehidupan lain di luar angkasa. Melalui koleksinya yang berjumlah 500-an, Fery Diananto menuturkan bahwa mainan kaleng mulai dicari para kolektor ketika banyak produsen di dunia gulung tikar dan mainan kaleng menjadi langka. Sejak saat itu, mainan kaleng menjadi salah satu collection item yang paling dicari. Lalu, bagaimana dengan harganya? Fery mengatakan bahwa mainan kaleng yang langka (paling sedikit kuantitas produksinya) dan dilengkapi dengan kardus adalah mainan kaleng yang harganya sangat mahal. Bekas dan karatan pun bisa dijual dengan harga tinggi, apalagi jika dijajakan dalam kondisi baik.

[caption caption="Manusia selalu membayangkan kehidupan lain di luar angkasa, dan para perajin mainan menuangkan bayangan mereka pada mainan kaleng. Mainan bentuk ini mencapai penjualan tertingginya ketika dunia demam akan ekspedisi luar angkasa, yakni pada akhir 1950, terutama saat Yuri Gagarin yang mencapai bulan pada tahun 1961. (Foto oleh: Sendie Nurseptara | Koleksi Fery Diananto)"]

[/caption]

[caption caption="Ini adalah mainan yang masih diproduksi oleh Tiongkok. Deretan mainan ini memiliki satu kesamaan yang unik: topi yang bentuknya disesuaikan engan profesi atau kegiatannya masing-masing. Kental akan busana kerja di negara-negara Asia Timur. (Foto oleh: Sendie Nurseptara | Koleksi Fery Diananto)"]

[/caption]

“Indonesia sendiri terlambat mengoleksi. Ketika Jepang sudah punya museum, orang-orang di Indonesia baru mulai mengumpulkan,” tandasnya. Menurut Fery, belakangan ini pencarian mainan kaleng tua terasa semakin sulit. Pasalnya, dewasa ini kolektor lama harus bersaing dengan kolektor baru yang belum tentu memiliki tujuan mengoleksi, namun juga berinvestasi. (Lihat video Museum Tintoy Jepang di sini).

Anda ingin mengoleksi mainan kaleng sebagai benda dekorasi di sudut-sudut rumah? Jangan khawatir. Meski mainan kaleng di Indonesia relatif sulit ditemukan, Tiongkok tetap memproduksi mainan ini hingga sekarang (meski dengan kualitas yang berbeda dengan para pendahulunya). Di Indonesia, salah satu pengimpornya adalah The Tin Industry. Untuk perawatan, Fery menyarankan Anda supaya menjauhkan kaleng dari air dan udara yang lembab demi mengurangi resiko karat. Sesekali, mainkan mainan Anda untuk menjaga mesin/motornya tetap aktif. “Tapi, mainan keleng yang masih mulus rasanya gimana..gitu. Lebih bagus yang sedikit karat,” gurau Fery yang tetap setia pada mainan kaleng vintage ketimbang yang baru. Anda juga mau berburu? Sediakan uang yang tidak sedikit, berkunjunglah ke perkumpulan kolektor mainan kaleng dan berlatihlah mengenali orisinalitas dan ragam mainan yang satu ini. 

[caption caption="Bahwasanya, di antara para kolektor telah beredar buku panduan, ensiklopedia dan katalog yang memuat daftar mainan kaleng yang diproduksi di Eropa dan Jepang. Supaya tak dibohongi penjual barang bekas nakal, cobalah mulai membaca buku-buku semacamnya untuk mengetahui identitas mainan (seri produksi, tahun pembuatan dan kisaran harga). (Foto dokpri)"]

[/caption]

Artikel ini dibuat sendiri, telah dimuat pada rubrik Collecting di majalah Martha Stewart Living Indonesia Edisi Juni 2014 dengan judul yang sama. Untuk kebutuhan Kompasiana, penulis telah melakukan berbagai penyesuaian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun