Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kemarahan Jokowi: Sinyalemen Perubahan Peta Politik?

30 Juni 2020   18:01 Diperbarui: 30 Juni 2020   22:31 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh: Bambang Wibiono
_

Beberapa waktu lalu saya sempat menulis artikel berjudul "Pudarnya Pesona Indonesia Maju" yang menyoroti melemahnya kinerja kabinet Indonesia Maju, dimana merupakan periode kedua kepemimpinan Jokowi. Rupanya sekarang sudah terbukti dari pernyataan Jokowi sendiri dalam pidato sidang kabinet yang diunggah di chanell Youtube pada hari Minggu (28/6/2020) oleh Sekretariat Kepresidenan.

Secara singkat, dalam pidato tersebut, sang Presiden merasa kecewa atas kinerja kabinetnya yang dirasa belum menunjukan progres yang signifikan. Terlebih, kita sedang berada dalam situasi krisis akibat wabah. Bahkan secara tersirat, Jokowi "mengancam" akan melakukan pembubaran lembaga dan reshuffle jika memang diperlukan. Bahkan Jokowi sempat berkata "asal untuk rakyat, asal untuk negara, saya pertaruhkan reputasi politik saya".

Pernyataan Presiden tersebut merupakan bahasa komunikasi politik sebagai peringatan bagi para pembantunya untuk segera berbenah memperbaiki kinerja. Ini juga bisa menjadi sinyalmen bagi gerbong politik yang berada di belakangnya.

Secara simbol, Jokowi ingin menyampaikan bahwa perubahan peta politik bisa saja akan diubah. Akankah gerbong partai politik pendukung dalam kabinet dirombak? Artinya, mungkin saja partai pendukung yang saat ini duduk dalam kabinet harus siap angkat koper dan ini membuka peluang bagi kader partai lain bersiap singsingkan lengan baju berjibaku membenahi kabinet.

Statement "Saya pertaruhkan reputasi politik saya" memberi kesan bahwa Jokowi siap melakukan manuver politik yang mungkin akan melukai perasaan para koalisi politiknya. Meskipun nanti akan dihujat, diserang, sepertinya ia siap dengan itu demi 267 juta penduduk Indonesia.

Sejak awal, komposisi kabinet dirasa tidak memuaskan hasrat para partai pendukung. Ini terlihat adanya ketegangan di tubuh koalisi saat seleksi calon menteri. Selain lebih banyak diisi oleh kalangan profesional, Jokowi justru memberi tempat bagi partai rivalnya untuk duduk bersama. Ini tentu semakin mencederai perasaan koalisi. Dengan adanya pernyataan Presiden seperti kemarin, rasanya akan membuka gebrakan baru. 

Mari kita lihat beberapa kementerian yang disorot oleh Jokowi: bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Untuk menteri sosial, merupakan kader dari PDIP, partai yang juga membesarkan nama Jokowi. Sedangkan menteri kesehatan merupakan kalangan profesional dengan latar belakang militer. 

Sementara dalam bidang perekonomian, separuh diisi oleh kader partai, seperti Menko Perekonomian yang merupakan ketum partai Golkar, Kementerian perindustrian dari Golkar, Kementerian Perdagangan dari PKB, Kementerian Pertanian dari Nasdem, dan Kementerian Tenaga Kerja dari PKB. Sedangkan kementerian lain yang yang berada di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian berasal dari kalangan profesional maupun akademisi.

Jika mencermati profil dari masing-masing menteri bidang tersebut dan dikaitkan dengan "ancaman" Jokowi, artinya siap-siap saja bahwa posisi kementerian strategis tersebut akan mengalami perombakan. Termasuk ancaman kepada Parpol pengusung untuk merekomendasikan kader yang lebih berkualitas di bidangnya. Jika pernyataan itu ditujukan untuk partai politik, ini adalah sindiran dan pukulan telak bagi mereka.

Jika keputusan politik dengan mempertaruhkan reputasi politik seperti yang dikatakan Jokowi tersebut, sepertinya akan ada perubahan peta politik yang cukup signifikan dalam kabinet. Tentu ini juga akan berimbas pada parlemen. 

Jika keputusan reshuffle oleh Jokowi mengecewakan, tentu koalisi dalam gedung dewan pun akan berubah. Akibatnya, Presiden akan banyak mendapat tekanan, baik dari kabinet maupun parlemen. Mungkin inilah yang dimaksud pertaruhan reputasi politik.

Di sisi lain, presiden sedang memperingatkan bahwa pemerintahan berjalan bukan semata urusan negosiasi politik atau kontrak politik,  tapi di atas itu semua, ada kepentingan rakyat yang lebih perlu dikedepankan. Sudah sepatutnya ini yang menjadi perhatian para pembantunya, termasuk juga partai politik yang duduk di kabinet.

Saat keputusan yang mempertaruhkan reputasi politik itu terjadi, harapannya Jokowi akan mendapat simpati rakyat. Karena dalam pernyataan ancamannya, beliau menyebut "demi 267 juta penduduk Indonesia." Bahasa simbol seperti ini tentu memiliki tujuan bahwa rakyat akan berada di belakang Jokowi saat nanti banyak Parpol yang tidak puas akan menyerangnya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun