Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Selamat Jalan, Mamah (6)

25 Juni 2020   14:13 Diperbarui: 25 Juni 2020   14:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Besok periksa ke rumah sakit saja ya, biar cepat sembuh. Tuh kasian Purnomo Widia masih kecil-kecil, masih butuh Mamah," tiba-tiba Papah sudah nongol di pintu.

"Gak usah ke rumah sakit ah. Di rumah aja. Mahal biayanya. Sayang-sayng kan. Mending buat sekolahnya Purnomo" tolak Mamah.

"Apa yang dirasa sih Mah?" tanya Papah lagi.

"Ini dadanya sakit. Senut-senut. Apalagi kalau tiduran. Nafas juga sesak banget."

"Makanya mau ya, besok ke rumah sakit. Biar diperiksa lagi, diobati lagi. Minimalnya nanti di sana kan dikasih obat pereda nyeri. Biar bisa istirahat. Makan juga bisa kebantu asupan nutrisi lewat infus. Kalau di sini, makan juga sedikit, susah tidur. Nanti malah lama penyembuhannya" bujuk Papah.

"Enggak ah. Udah di rumah aja. Tuh ini aja udah mendingan. Gak apa-apa," lagi-lagi Mamah menolak untuk dibawa ke RS.
Semakin malam, Mamah semakin merintih kesakitan. Kami bingung harus bagaimana. Tiduran salah, duduk pun salah. Hanya istigfar dan doa yang terus kami ucap sambil mijit dan ngusap-usap punggung mamah.

"Mah, banyakin istigfar ya. Daripada jerit-jerit, mending sambil panggil nama Allah biar nolongin Mamah. Kalau lagi sakit itu tandanya Allah lagi hapus satu persatu dosa kita. Terus juga, Allah sedang dekat. Makanya, Mamah banyakin istigfar," kataku pelan.

"Ini pegangan tasbih ya. Daripada bengong, sambil zikir aja. Kalau bisa, tiap tarik nafas sebut HU, hembuskan nafas sebut Allah. Kalau sulit, cukup sebut Allah sebanyak-banyaknya" kataku.

Kutinggalkan Mamah sejenak yang masih ditemani Nok, Widia dan Purnomo. Segera kuberanjak mengambil wudu dan solat di kamar sebelah. Masih terdengar rintihan dan sesekali jeritan dari kamar sebelah.

Ya Allah, kalau boleh, tukar saja rasa sakit Mamah pada hamba. Hamba tidak sanggup menyaksikan rintihannya. Jika Engkau takdirkan Mamah sembuh, segera sembuhkanlah ya Allah. Tapi, jika Engkau takdirkan Mamah harus kembali, mudahkanlah jalannya. Jangan Engkau siksa. Kuatkan kami semua untuk bisa menerima keputusanMu. Hamba ikhlas.

Kupanjangkan sujudku, ku habiskan air mataku tanpa ada yang tahu.

---
Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun