"Eh Wib, gimana kabar Markonah? Katanya lagi sakit ya? Mamah pengen main ke sana, nengok," tiba-tiba Mamah menanyakan kabar Markonah.
Markonah ini perempuan yang aku kenalkan pada kedua orang tua beberapa bulan lalu. Sempat 3x main ke rumah. Bahkan waktu Mamah dirawat di RS, dia sempat datang dan menginap. Saat ini dia sedang sakit juga. Rencananya Mamah mau datang menjenguk ke rumahnya di kaki gunung Sindoro Sumbing, tapi kondisi Mamah justru memburuk.
"Markonah udah baikan, Mah"
"Bilangin ke Markonah ya Wib, Mamah belum bisa nengok".
Percakapan tengah malam ini sedikit melupakan rasa sakit rupanya. Sejenak pikirannya teralihkan. Sampai akhirnya Mamah tertidur dalam pangkuan dan pelukanku. "Alhamdulillah," batinku.
"Wiib, ini udah jam berapa? Nok ga sekolah tah? Bangunin adik-adikmu, nanti terlambat" tiba-tiba suara Mamah mengagetkanku yang juga hampir ikut terlelap.
Kulihat jam, baru jam 2 pagi. Belum ada sejam Mamah terlelap.
"Ini masih malem Mah. Belum subuh," jawabku.
"Aiihh tak kira udah pagi Wib.. Kamu tidur sana, barangkali capek. Mamah gak apa-apa"
"udaahh... Mamah aja yang tidur. Wibi mah ga apa-apa. Sok tidur lagi" bujukku, mumpung sedang tidak merasakan sakit.Â
Bukannya tidur, yang ada malah terus merintih sampai pagi menjelang. Setiap saat menanyankan jam, setiap saat menanyakan bagaimana sarapan adik-adikku nanti, siapa yang antar berangkat ke sekolah, siapa yang nyiapin baju-baju sekolahnya. Bolak-balik seputar itu. Sepanjang malam itu pula, aku hanya terduduk menjadi sandaran Mamah.