Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Selamat Jalan, Mamah (6)

25 Juni 2020   14:13 Diperbarui: 25 Juni 2020   14:09 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pernahkah kamu berfikir bagaimana kesalnya ibumu yang harus bangun malam-malam demi melihatmu ngompol? Pernahkah kamu membayangkan bagaimana ibumu membersihkan kotoran hajatmu yang seenaknya saja keluar di kasur? Pernah juga membayangkan bagaimana perasaan ibumu yang bingung meladenimu menangis tanpa tahu apa maunya? Semua itu berlangsung setidaknya sampai usiamu 4 tahun. Mungkin sampai usia 8 tahun pun masih banyak hal sepele yang mesti ibumu layani. Kalau kau tak pernah sedikitpun merenungi ini, durhakalah pada ibumu.

Tak terasa mataku berembun menguraikan tetes-tetes bening. Sambil membersihkan tubuh Mamah, ku tatap wajah tak berdayanya yang sesekali meringis menahan sakit. Sehebat apakah sakit yang kau rasakan, Mah? Yang melihatpun rasanya tak tega, apalagi yang merasakan sakitnya. Dalam sehari, Mamah hanya mampu tidur tidak lebih dari 2 jam saja. Alhasil, kami bergantian menjaga Mamah saat malam. Kadang aku tak tega kalau harus membiarkan adik-adikku begadang. Karena mereka masih harus sekolah esok harinya. Jadilah lebih sering aku yang terjaga 24 jam.

Untuk bisa tidur, terkadang Mamah harus sangga punggung dan kepalanya dengan posisi hampir duduk. Itu pun tertidur dengan terus merintih kesakitan. Dengan nafas pendek-pendek dan merintih, matanya terpejam. Katanya, sesak nafasnya kalau harus tidur berbaring dan dadanya makin sakit.

"Wib, Mamah lelah. Pengeeenn banget tidur yang enak, yang pulas gak ada yang ganggu tuh," tiba-tiba Mamah berkata ditengah rintihannya.
Deg!

"Makanya Mamah harus optimis biar cepat sembuh, biar bisa tidur nyenyak" jawabku sambil menyemangati.

"Iya, Mamah capek. Pengen istirahat yang tenang aja, Wib."

"Aduuhh...aduuhh... sssshh... sshhh... Sakit Wib" tiba-tiba Mamah merintih lagi.
Ku usap-usap punggungnya sambil ku seka keringat yang mengalir di dahinya yang sudah mulai keriput. Sejak kapan wajah ini keriput? Sepertinya tak ku perhatikan.

"Mah...Mamah cepet sembuh ya, biar nanti bisa hadir wisudanya Wibi", bisikku.

"Iya ya, kamu nanti wisuda ya? Kapan?" tiba-tiba raut muka mamah berubah. Antusias, ada senyum di sana.

"Nanti sekitar akhir bulan Maret Mah, insya Allah" jawabku.

"Waah sebentar lagi ya. Gak tahu Mamah bisa dateng gak, Wib."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun