Mohon tunggu...
Bambang Wibiono
Bambang Wibiono Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Sarjana | Penulis Bebas | Pemerhati Sosial Politik

Alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mengurai Jejaring Korupsi di Indonesia (2)

24 Juni 2020   19:57 Diperbarui: 24 Juni 2020   21:05 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lahirnya Korporatokrasi

Bobroknya birokrasi kita memicu ketidakpercayaan kalangan pengusaha. Birokrasi korup, secara signifikan akan menghambat bisnis karena akan memakan tenaga, waktu dan biaya yang jauh lebih besar dari seharusnya. Namun di sisi yang lain, para konglomerat atau pebisnis besar ini, melihat budaya korup di tubuh birokrasi sebagai celah untuk masuk dan menguasainya.

Dari sini muncul istilah oligark, cukong, bandit atau mafia ekonomi. Mereka ini umumnya segelintir orang kaya yang menguasai sebagian besar kekayaan negara. Bisnisnya merupakan koorporasi besar dan multinasional. Dari mereka-mereka juga pendapatan negara ini diperoleh.

Demi mengeruk keuntungan lebih besar dari negara, para cukong ini bermain di belakang layar setiap kontestasi pemimpin-pemimpin politik di Indonesia. Pemimpin politik ini yang nantinya dikendalikan dalam menciptakan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan dan melindungi bisnis para konglomerat atau oligarkh.

Mafia ekomoni ini biasanya akan bermain dua kaki. Biar bagaimanapun, kepentingan bisnislah yang menjadi kalkulasinya. Maka, akan sangat beresiko jika kekuatan ekonomi ini hanya mendukung salah satu kubu dalam pemerintahan. Jika bonekanya gagal dalam kontestasi, maka posisi bisnisnya berada di ambang kehancuran karena tentu akan menjadi bulan-bulanan bagi rejim yang berkuasa. Dengan bermain di dua kaki, siapapun yang berkuasa, para konglomerat ini tetap diuntungkan.

Perkawinan antara politik dan ekonomi ini yang kemudian melahirkan korporatokrasi, sebuah istilah yang pernah dicetuskan oleh Jhon Perkins dalam bukunya yang fenomenal, Confession of an Economic Hit Man (2004). 

Jika Perkins mengungkapkan misi untuk membuat negara-negara berkembang ketergantungan terhadap negara adikuasa dengan cara merusak ekonomi yang akhirnya menghembuskan politik hutang sebagai jalan masuk mengkooptasi negara, maka korporatokrasi yang dilakukan para cukong ini dengan membuat ketergantungan ekonomi para aktor-aktor politik negara dan tentu saja birokrasi kepada para konglomerat dan korporasinya.

Bahkan akhir-akhir ini, gejala para cukong turun langsung dalam politik sudah terlihat. Lihat saja beberapa tokoh politik, baik pusat maupun daerah yang berasal dari pengusaha besar. Kini, mereka bukan lagi hanya bermain di belakang layar, tetapi sedikit demi sedikit terjun langsung mengendalikan ekonomi politik sekaligus. 

Implikasinya jelas penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan korporasinya, dan tentu saja produk kebijakan yang dihasilkan akan cenderung tidak pro rakyat dengan dalih pro investasi dan dalih kemajuan ekonomi. Alih-alih memajukan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, yang terjadi malah pengerukan besar-besaran kekayaan negara dari berbagai sektor.

Lahirnya korporatokrasi ini dikhawatirkan justru menegasikan fungsi dan peran negara. Sebagaimana teori kontrak sosial yang dikemukakan Thomas Hobbes, Jhon Locke, J.J Rousseau bahwa negara dibentuk atas dasar kesepakatan warganya untuk hidup bersama dan menyerahkan kekuasaannya kepada negara dengan tujuan mengatur keseluruhan warga yang ada di dalamnya. 

Tujuan akhir dari kontrak sosial ini tentu adalah agar tercipta keteraturan, keamanan, dan kesejahteraan. Yang menjadi permasalahan, saat negara dikuasai oleh kekuatan ekonomi politik yang berwujud korporatokrasi, ini akan memperkecil ruang bagi warga masyarakan memperoleh kesejahteraan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun