"heh, bangun Pur udah pagi. Ikut jalan-jalan ga?" ku goyangkan tubuh adikku.Â
Dia langsung bangun tanpa komentar dan langsung berlari untuk mandi.
Purnomo ini masih kelas 3 SD. Dia sangat senang kalau aku pulang ke rumah. Kadang dia rela bangun malam-malam kalau tau aku mau pulang ke rumah. Maklum, biasanya aku pulang dari perantauan sore hari atau habis magrib dan baru sampai di rumah sudah pada terlelap. Pernah juga dia manyun gara-gara tidak ada yang membangunkan saat aku datang, walaupun dia tau, tiap aku pulang nyaris tak pernah membawa buah tangan.
"Mah, kapan Aa Wibi pulang? Kok ga pulang-pulang sih?" begitu tanya Purnomo pada Mamah kalau aku lama tak juga pulang.
Setelah Purnomo selesai mandi, kusiapkan sepeda. Lalu berboncengan kami meluncur menyusuri jalanan Kota Udang yang masih sepi. Lampu-lampu penerang jalan pun masih menyala.
"ahh, jarang-jarang nih nikmati udara segar perkotaan macam gini", gumamku dalam hati.Â
Karena kalau segar udara pagi pedesaan, pegunungan itu sudah terlalu umum.
"A, mau kemana ini?" tanya adikku yang ku bonceng di depan.
"Pokonya jalan aja deh, ngukur jalan" sahutku ngasal sambil ku kayuh sepeda butut ini.
Setelah betis ini nyaris kram karena mengayuh speda tanpa henti, ku putuskan untuk berhenti di pematang sawah dekat rel kereta api. Purnomo senang sekali melihat kereta lewat, seperti umumnya anak-anak. Dari kejauhan nampak sorot lampu kereta yang akan melintas. Purnomo terlihat bersemangat, cengar cengir sendiri.
"A, keretanya bisa difoto ga?" tanyanya yang membuyarkan lamunanku yang tengah rebahan di rumput sambil menikmati udara pagi.