Mohon tunggu...
Muhamad WahyuSaputra
Muhamad WahyuSaputra Mohon Tunggu... Ilmuwan - Seorang yang berusaha kritis

Mahasiswa Pertanian yang senang menulis artikel lepas

Selanjutnya

Tutup

Money

Model Cooperative Farming dalam Usaha Pertanian Rakyat sebagai Kunci Kesejahteraan Petani

18 Juni 2020   19:35 Diperbarui: 18 Juni 2020   19:41 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Pixabay.com

Lintas sejarah pertanian pada masa-masa sebelumnya tentu dapat dijadikan pembelajaran ke depannya. Mengingat pertani merupakan pelaku vital dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional, sehingga kesejahteraannya harus terjamin agar dapat terus berproduksi. Berbagai tantangan seperti perubahan kultural dan struktural, prefrensi pasar, iklim, hingga alih fungsi lahan, merupakan hal-hal yang harus dihadapi petani di masa mendatang. Selain itu, pertanian rakyat yang memiliki ciri lahan produksi berukuran kecil tidak kalah penting diperhatikan karena sistem pertanian rakyat masih mendominasi model pertanian di Indonesia. Dalam artikel ini akan dibahas bagaimana integrasi cooperative farming pada model pertanian rakyat dapat mewujudkan kesejahteraan petani.

Paradigma Baru Pembangunan Pertanian 

Sebelum membahas bagaimana integrasi cooperative farming sebagai model pendekatan untuk mensejahterakan petani di Indonesia yang didominasi oleh pertanian rakyat, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana paradigma pembangunan pertanian belakangan ini. Menurut Rivai dan Anugraha (2011) bahwa semenjak masyarakat internasional mempelopori pembangunan ekonomi sosial dan lingkungan pada tahun 1970-an, mereka berhasil menciptakan kebijakan pertanian berkelanjutan atau "sustainable development" yang disosialisasikan dalam Word Conservation Strategy (Strategi Konservasi Dunia) oleh United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 1992. 

Definisi awal mengenai pembangunan berkelanjutan merupakan upaya memenuhi kebutuhan saat ini dengan berbasis pada pola keberlanjutan, yaitu tanpa menurunkan atau merusak kemampuan produksi di masa mendatang. Mitra konservasionis (deep ecologists), mendefinisikan pembangunan berkelanjutan untuk tetap memperhatikan aktivitas pembangunan ekonomi.

Gambar 1. Kerangka Segitiga mengenai konsep Pembangunan Berkelanjutan (Rivai dan Anugraha, 2011) | dokpri
Gambar 1. Kerangka Segitiga mengenai konsep Pembangunan Berkelanjutan (Rivai dan Anugraha, 2011) | dokpri

Definisi-definisi pembangunan berkelanjutan yang diusung oleh pakar maupun organisasi keilmuan dalam Rivai dan Anugraha (2011) menghasilkan Kerangka Segitiga mengenai konsep dasar Pembangunan Berkelanjutan (Gambar 1). Kerangka Segitiga mengenai konsep dasar Pembangunan Berkelanjutan tersebut meliputi aspek pembangunan ekonomi, sosial, dan ekologi. 

Pembangunan Berkelanjutan secara ekonomi berarti dalam aktivitasnya harus menghasilkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Pembangunan Berkelanjutan secara ekologi berarti dalam aktivitasnya harus memperhatikan konservasi lingkungan, termasuk keanekaragaman hayati, sehingga tidak terjadi kerusakan dan dapat dimanfaatkan oleh generasi mendatang. Pembangunan Berkelanjutan secara sosial berarti dalam aktivitasnya harus mengupayakan pemerataan hasil-hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, dan pengembangan lembaga kemasyarakatan.

Indonesia sebagai negara agraris menjadikan sektor pertanian sebagai upaya pemenuhan kebutuhan untuk melakukan pembangunan dalam skala nasional. Berdasarkan data Indikator Pertanian 2018, kontribusi pertanian terhadap produk domestik bruto tahun 2018 mencapai angka 12,81%. Pertanian sebagai salah satu kegiatan yang banyak diusahakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan menyinggung unsur-unsur Kerangka Segitiga Pembangunan Berkelanjutan, maka konsep pembangunan di bidang pertanian di Indonesia harus berbasis pada konsep Pembangunan Berkelanjutan. Pola pertanian yang berbasis pada Pembangunan Berkelanjutan ini disebut dengan konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.

Pembangunan Pertanian berbasis berkelanjutan juga dijelaskan dalam oleh Rivai dan Anugraha (2011) bahwa untuk menindak lanjut KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Suistainable Development-WSSD), Indonesia melakukan Konfrensi Pembangunan Berkelanjutan atau Summit on Suistainable Development (ISSD) dalam skala nasional yang dilaksanakan di Yogyakarta pada 21 Januari 2004. Hasil ISSD menghasilkan komitmen secara nasional untuk mengimplementasikan konsep Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. 

Hasil Konferensi Nasional Pembangunan Berkelanjutan tersebut menghasilkan enam (6) poin penting berikut: 1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku pertanian; 2) menyediakan akses pada sumber daya pertanian bagi masyarakat dengan penataan sistem pengusaan dan pemilikan; 3) meningkatkan produktivitas lahan dan media lingkungan serta merehabilitasi tanah-tanah rusak untuk meningkatkan produksi pangan dalam rangka ketahanan pangan dengan tetap berpihak pada petani; 4) membangun dan merehabilitasi prasarana dasar perdesaan mengembangkan diversifikasi usaha dan perbaikan sarana transportasi dan teknologi pertanian serta menjamin akses pada informasi pasar dan permodalan; 5) mengembangkan ilmu pengatahuan dan teknologi tepat guna yang ramah lingkungan minimal 5 persen per tahun; dan 6) melaksanakan alih pengetahuan dan keterampilan pertanian berkelanjutan untuk petani dan nelayan skala kecil dan menengah dengan melibatkan para pemangku kepentingan.

Implementasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan tidak hanya dipengaruhi oleh unsur-unsur pertanian, namun juga dipengaruhi oleh faktor penyediaan infrastruktur, sarana, dan prasarana kegiatan pertanian serta kelembagaan yang melibatkan kegiatan pertanian, baik dalam kegiatan budidaya hingga upaya pengelolaan hasil produksi. Pertanian Berkelanjutan dalam implementaasinya bisa dikatakan berhasil apabila dilakukan korelasi pada usaha-usaha pertanian dari hulu hingga hilir, yaitu dengan mengupayakan sinergi antara penyediaan sarana dan prasaranan sebelum budidaya, kegiatan budidaya, pemasaran, dan kelembagaan pertanian.

Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan mengupayakan sinergi antara penyediaan sarana dan prasaranan sebelum budidaya, kegiatan budidaya, pemasaran, dan kelembagaan pertanian bisa dilakukan dengan membuat sistem hingga menjadi suatu satuan kegiatan pertanian. Usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan kegiatan mata rantai produksi, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian dalam arti luas (usahatani, perkebunan, perikanan, dan peternakan) yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan (profit oriented) disebut agribisnis dalam arti luas (Arifin dan Biba, 2016). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun