Mohon tunggu...
Anwar
Anwar Mohon Tunggu... Security - Seorang yang tidak akan pernah menyerah untuk terus menulis

Walau tak pandai menulis namun ingin tetap mencoba berkarya. http://www.catinfoku.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi Sang Kekasih

19 Oktober 2017   00:42 Diperbarui: 19 Oktober 2017   00:49 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Awan kelabu mulai menutupi langit ketika aku tiba di Terminal bis Kampung Rambutan. Aku langsung menuju pangkalan bis Antar Kota Dalam Provinsi. Lama aku tak pulang kampung. Kangen rasanya ingin segera menengok kampung halaman. Menjadi seorang urban memang sangat tidak menyenangkan. Tapi mesti gimana lagi, di kampung aku tak bisa mencari pekerjaan, terpaksalah aku berkelana ke ibu kota yang kata orang sangat mengasyikan hidup di sana. Tapi ternyata, tidak seperti apa yang kubayangkan.

Di Jakarta aku bekerja sebagai seorang juru ketik pada sebuah biro jasa pengetikan di daerah Tebet. Gajiku tak seberapa memang, tapi lumayanlah aku bisa menyambung hidup tanpa menggantungkan diri pada orang lain.

Bis yang kutumpangi telah memasuki pintu tol Jagorawi. Matahari telah lama tenggelam masuk ke peraduannya. Sebagai gantinya, pijar lampu dari rumah-rumah penduduk, gedung-gedung, restoran maupun penerangan jalan bertebaran dimana-mana. Rasa letih dan penat tubuhku mulai terasa setelah duduk diam didalam bis. Dan rasa kantuk mulai menggelayuti mataku. Tak berapa lama kemudian, aku sudah tak ingat lagi dimana aku berada.

"Kacang asin-kacang asin.... Tisu-tisu...." Teriak para pedagang asongan di Cisarua. Riuh sekali dalam bis oleh mereka. Bis yang kutumpangi telah memasuki kawasan Cisarua Bogor. Rupanya aku tertidur lelap sepanjang jalan tol tadi. Bis mulai merayap memasuki kawasan puncak. Jalan mulai berkelok-kelok. Kini mataku enggan terpejam. Dan sebagai gantinya, aku mulai melamun dan anganku terbang ke masa dua tahun silam.

"Kang, tadi malam aku mimpi. Dalam mimpiku itu, ibuku menggunting kain sarung menjadi dua bagian." Ujar Rina, kekasihku disuatu hari ketika aku sedang ngobrol berdua di depan kiosnya. Rina memang berjualan dikios kecil miliknya. Jika aku dan Rina kangen, kami sering bertemu dan berbincang di kios Rina.

Mendengar perkataan Rina itu, hatiku bergetar. Firasatku mengatakan, akan terjadi sesuatu yang tidak beres. Tapi aku berudaha bersikap tenang dan tidak telalu menanggapi uacapannya. "Ah itu cuma mimpi biasa aja, kok, tak ada arti apa-apa." Kataku pelan dan agak tercekat. Aku mengalihkan pembicaraan ke tema yang lain. Dan Rina memang mengikuti ke mana arah pembicaraanku. Aku sedikit terlupakan tentang impian Rina.

*****

Pagi beranjak siang, sore memasuki malam. Dan malam berlalu digantikan pagi kembali. Waktu terus berjalan. Hari demi hari, minggu ke minggu dan ke bulan dan aku telah resmi bertunangan. Awal tahun kedua kami pacaran, aku bertekad untuk mengikatnya dengan tali perkawinan karena aku sudah sangat mencintai Rina. 

Tetapi aku merasa sikap Rina mulai terasa aneh. Ia sering menghindar dariku saat aku ingin bertemu dan ngobrol, berbincang-bincang. Ketika bertemu pun, ia tidak sehangat sebelumnya. Sikapnya dingin dan datar. "Aneh. Tidak biasanya.." Pikirku membatin. Dan puncaknya, aku baru mengetahui semuanya ketika suatu malam saat aku berkunjung ke rumah Rina. Ia mengungkapkan semuanya...

"Kamu kenapa, Rin ?" Tanyaku sedikit heran.

"Ngga kenapa-napa.." Jawabnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun