Mohon tunggu...
Wenfi
Wenfi Mohon Tunggu... Administrasi - Penikmat Susu Jahe

Menulis ditemani secangkir susu jahe manis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Si Manis Alea

22 Mei 2019   19:18 Diperbarui: 22 Mei 2019   21:25 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: unsplash.com

"Mas Weeennd..", teriaknya. Saat keisengan saya kumat. Dia marah. Matanya melotot. Kedua tangan di pinggang. Bibirnya mecucu seperti ikan. Lucu sekali. Malah tambah manis saat dia begitu.

Sekarang malah saya yang kangen. Sudah lama tidak ketemu.

Mungkin begitulah tabiat anak-anak. Menentramkan dengan keluguannya. Menjadi perhiasan bagi orangtua.

Alea adalah murid SD di Yogyakarta. Masih kelas 4. Saya kenal dia saat masih mengajar PMR di sana.

Dia tidak begitu rajin dibanding yang lain. Juga tidak terlalu malas. Nakalnya juga sering kumat. Pokoknya sama sajalah seperti anak yang lain.

Tapi.. berbeda saat menggambar.

Hari itu, dia tidak mau mengumpulkan gambarnya. Inginnya dikumpulkan di pertemuan berikutnya. Bukan karena belum selesai. Katanya: mau dibuat bagus dan diwarnai dulu.

Saya bilang: Ya sudah. Pokoknya, besok hasilnya harus bagus. Awas kalau enggak.

"Iya..", katanya.

Besoknya. Ketika pelajaran mau dimulai, dia menghampiri saya. Memberikan kertas A4 yang masih kosong. Lalu lari ke belakang lagi. Ke tempat duduknya.

Saya balik kertasnya. Oh, ini gambarnya yang kemarin.

Bagus sekali. Untuk ukuran anak-anak seusianya. Jika dibandingkan, gambarnya memang paling bagus sekelas. Setidaknya saya suka idenya. Tentang kerusakan lingkungan.

Hanya saja, ketrampilannya ini masih kurang dipoles.

Saya dekati Alea. Lalu, saya elus kepalanya. Saya bilang: "Gene bagus. Aku suka gambarnya!"

Saya jadi ingat waktu saya SD dulu. Saat saya kelas 6. Yang sebentar lagi mau UASBN.

Waktu itu saya kepergok main ke tempat PS-an (Play Station) saat istirahat sekolah. Lalu, hal itu dilaporkan ke wali kelas. Saya takut.

Karena seminggu sebelumnya pernah kepergok juga. Waktu itu, satu kelas bolos les tambahan persiapan ujian. Kami main ke tempat PS-an tadi.

Tiba-tiba saja guru kami sudah berdiri di belakang kami. Melihat kami sedang asyik bermain. Lalu menjewer kami. Di bawa kembali ke sekolah. Bukan untuk ikut les. Tetapi disidang. Di tengah lapangan sekolah.

Disaksikan anak-anak satu sekolah.

Wali kelas saya sangat marah. Terlihat dari raut wajahnya yang sangar. Tidak seperti biasa yang penuh guyon.

Meskipun kakinya sedang sakit. Akibat patah tulang di pergelangan kaki. Masih dibantu alat untuk berdiri juga. Beliau memaksakan berjalan memarahi kami satu-persatu. Di tengah lapangan itu.

Puncaknya ketika beliau mengangkat kursi panjang. Lalu dilemparkannya ke arah kami. Untung kursi itu jatuh di depan kami. Tidak jadi mengenai kami yang sudah menangis sejadi-jadinya.

Kini saya melakukan kesalahan yang sama.

Untuk sementara, saya diminta menunggu di gudang sekolah. Di belakang mushola. Saya ngeri. Tempat itu gelap. Tertutup dari yang lain. Tamatlah sudah: begitu pikir saya.

Wali kelas saya datang. Menghampiri saya. Masih dengan alat bantu bendirinya itu. Wajahnya tampak sangat prihatin. Saya pun pasrah. Menunduk. Memejamkan mata.

Tangan beliau menyentuh kepala saya.

Dielus-elus kepala saya. Lalu berkata: "Ndra.. kowe ki sakjae pinter. Aku reti. Aku percoyo kowe iso. Wis, kono bali nang kelas."

Saya pergi. Menangis sejadi-jadinya. Di dalam hati. Bukan karena sedih. Tapi terharu.

Sejak saat itu, saya bertekad belajar lebih giat. Saya tidak ingin mengecewakannya karena sudah mau mempercayai anak sebodoh saya.

Oleh karenanya, saya percaya tidak perlu menjadi pendidik yang galak. Yang ditakuti. Hanya agar mereka mengikuti apa yang kita perintahkan.

Bila kamu berikan mereka kepercayaan dari hatimu. Setulus-tulusnya. Mereka akan melakukan hal yang sama. Karena kamulah sosok panutan bagi mereka. Bukan sosok monster yang harus ditakuti.

Meskipun ketegasan itu tetap diperlukan.

Saya terkejut. Ada yang menarik tangan saya.

Tiba-tiba.. "Maaass.. ini bagus?", tanya Alea.

Saya jawab: bagus kok! Dan anak manis itu tertawa senang. (wendra)

NB: Maafkan saya yang belum sempat foto dengan Alea. Karena saya keburu tidak mengajar lagi di sana. Hahaha

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun