Mohon tunggu...
Wempie fauzi
Wempie fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Bekas guru

Bekas gurru yang meminati sejarah serta politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Begini Indikasi Indonesia tak Akan Alami Resesi Ekonomi

10 Agustus 2022   15:53 Diperbarui: 10 Agustus 2022   16:00 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi covd1-9 yang berlansung secara top down, alias dikendalikan  dari pusat, menjadi salah faktor penting keberhasilan penanganan virus yang praktis merambah se seluruh dunia. Bersamaan dengan itu, penanganan yang sifatnya dari satu pintu yakni melalui KPC PEN (Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) yang juga bertanggungjawab dalam penanganan masalah ekonomi, sekaligus menjaga kesehatan masyarakat terbukti menjadi strategi ampuh Indonesia dalam menghadapi masalah yang dampaknya masih terasa hingga hari ini.
Karena lewat strategi terpadu itu, Indonesia sebagai negara bukan produsen vaksin menjadi satu dari sedikit negara yang telah melakukan vaksinasi warganya diatas 60 persen. Sukses tersebut terus dipertahankan, karena hingga hari ini, saat banyak negara yang masih mengusahan virus dosis satu dan dua. Indonesia telah melangkah ke tahap lanjut yakni vaksin booster.Bersamaan dengan itu, pertumbuhan ekonomi kuartal II 2022 yang tercatat sebesar 5,4 persen (year on year), sehingga pemerintah sendiri cukup optimis pada akhir tahun nanti target pertumbhan ekonomi 5,2 persen dapat tercepai.

Jika dibandingkan dengan banyak negara, capaian yang diraih Indonesia saat ini adalah diatasa rata-rata. Hal itu berdasarkan kepada prediksi IMF yang menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini hanya akan tercatat sebsar 3,2 persen (year on year), yang itu artinya adalah adanya penurunan sebanyak 0,4 persen dibanding laporan yang dikeluarkan April lalu. Penurunan tersebut terjadi karena di AS  sendiri telah terjadi kontraksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal secara beruntun, yang secara teori  itu sudah berarti masuk masa resesi. Ekonomi AS pada Kuartal I sebesar 1,6% dan Kuartal II sebesar 0,9%. Sementera itu, ekonomi Tiongkok tumbuh rendah 0,4% (yoy) pada Kuartal II 2022 atau terkontraksi 4,4% dibanding kuartal sebelumnya.
Penurunan tersebut selain karena dampak pandemi yang belum bisa sepenuhnya membawa ekonomi tumbuh seperti sedia kala,  juga karena munculnya masalah lain yang tak kalah pelik, yakni konflik geopolitik menyusul serangan Rusia ke Ukraina.

 "Di tengah berbagai tantangan global yang masih berlangsung, indikator ekonomi Indonesia mengonfirmasi bahwa ekonomi diproyeksikan masih menguat dan peluang resesi indonesia sangat kecil jika dibanding negara lain. Kita juga telah melihat keberlanjutan perbaikan dalam pemulihan ekonomi Indonesia setelah pandemi,"  kata Menko  Perekonomian Airlangga Hartarto dalam satu kesempatan.

Menurut Ketua Umum Partai Golkar ini, ada rasa optimisme bahwa Indonesia tak akan mengalami tekanan seperti yang dialami banyak negara. Karena sejumlah data pendukung memberi sinyak positif. Mulai dari Indeks Keyakinan Konsumen serta penjualan ritel terus tumbuh dan menjadi insentif bagi industri untuk meningkatkan produksi. Itu terlihat dari Purchasing Managers Index (PMI) yang terus  berekspansi  dalam kurun waktu 11 bulan, mulai dari September 2021 hingga  Juli 2022 yang tercatat  di angka 51,3. Sedangkan dari situasi global yang terus menunjukkan trend peningkatan dari sisi inflasi, Indonesia sendiri hingga Juli lalu hanya mencatat angka inflasi di angka 4,94 persen, atau relatif terkendali.

Jika mempertimbangkan faktor eksternal, Indonesia punya daya tahan yang lebih baik dan semakin solid. Itu tidak lepas dari dukungan neraca perdagangan yang terus mencatat surplus selama 25 bulan berturut-turut Bahkan pada periode Januari-Juni 2022, surplus Indonesia telah mencapai US$24,8 miliar atau dua kali lipat dari surplus pada periode sama tahun lalu.

Namun pemerintah  tidak mau terlena dengan situasi yang relatif melegakan tersebut. Karena meski resiko krisis relatif kecil, namun kewaspadaan dan antisipasi terhadap persoalan baru yang mungkin akan timbul tetap menjadi perhatian.  "Intinya kita harus siap dalam keadaan terburuk sekalipun. Potensi resesi kita hanya 3%, hanya satu negara di bawah kita potensinya adalah India, sedangkan yang lain lebih tinggi potensinya. Penanganan utang di Indonesia juga sudah menurun dalam tiga tahun terakhir, dan ini menunjukkan kredibilitas kita," jelas Airlangga yang juga Ketua KPC PEN tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun