Mohon tunggu...
Wemmy Al-Fadhli
Wemmy Al-Fadhli Mohon Tunggu... gembel -

Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya gak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir kan cuma selangkah. (Bob Sadino)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Hidup Mewah dan Agama

4 Mei 2016   19:34 Diperbarui: 4 Mei 2016   19:42 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

al-wahn, kreasi pribadi

Belakangan ini sedang hot pemberitaan infotainment tentang seorang ustadzah yang dituduh abal-abal dan katanya difitnah suka bergaya hidup mewah. Belum lagi prasangka negatif tentang ijazah formal da'i yang bersangkutan dalam disiplin ilmu keagamaan sehingga punya legalitas etis untuk "berfatwa" atau menceramahi orang awam tentang apa itu kebenaran. 

Bagaimanapun kebenaran yang sebenarnya itu katanya objektif, tapi ketika pemahaman akan objek itu berproses dalam otak beserta segenap referensi pribadi seorang anak manusia tentulah subjektifitas akan hadir. Padahal kalau kita mau jujur formalitas pendidikan juga bukan jaminan objektitas opini dari lobang mulut seseorang anak manusiawi.

Sebenarnya bukan hanya belakangan ini. Beberapa lebih ke belakang lagi--setidaknya sejak fenomena kematian Ustadz "gaul" Uje--isu tentang da'i abal-abal atau mubaligh yang belum pantas untuk ditampilkan sebagai ulama publik telah lama mencuat. Bahkan ada yang kelihatannya memang mumpuni alias terampil memaparkan ilmu agama secara substansial--dalam ukuran tertentu--seperti Mamah Dedeh yang tidak hanya modal skill retorika plus wajah cakep yang sudah lumrah dibutuhkan dalam ekonomi industri performing massa, tetap saja omong-omong di belakang layar tentang tarif-tarifan dalam bisnis dakwah ini jebol juga mengemuka sulit untuk ditutup-tutupi. Kalau ndak salah beliau dipatok 25 juta per titik jika saya tidak salah ingat ya. Bayangkan, sekali cuap-cuap untuk mecocok-cocokkan sebagian ayat atau hadits dengan realita zaman sekarang (melalu perspektif si penceramah) bisa dapat sepeda motor baru dua hehe.

Padahal, jika kita merujuk pendapat ahli hadits Kyai Ali Mustafa Yakub yang baru meninggal kemaren ini, tarif dakwah itu semestinya fleksibel bahkan ikhlas jika tidak dibayar. Mematok tarif hanya ada dalilnya bagi rukyah/pengobatan. Tentu akan ada perdebatan lanjut karena model dakwah modern yang dievent-organizerkan pada zaman sekarang--yang artinya melibatkan organisasi bisnis yang harus memberi makan banyak karyawan--jika berbasis tarif seikhlasnya akan bangkrut dong usahanya. 

Meski kemudian ini bisa dibantah lagi dengan keyakinan tentang pertolongan Tuhan bagi orang-orang yang mukhlisin. Bagaimanapun tentu kita tidak bisa sama sekali meremehkan referensi beliau yang merupakan muridnya ibn Baz yang merupakan rujukan ulama akbar mujtahid mutakhir bagi umat Islam zaman sekarang.

Kembali ke Ustadzah Oki yang saya maksudkan pada menu kalimat pembuka di atas, selain soal tarif juga mencuat kembali diskursus gaya hidup mewah di kalangan da'i. Belum lagi kita membahas ulama politikus yang harus membiayai organisasi politiknya--juga membiayai tampilan layak bagi pergaulan elitnya--lalu harus cari uang ke sana ke mari hingga ditangkap KPK yang ketahuan. 

Kadang lucu juga rasanya berita keagamaan koq malah nongol pada sesi acara TV yang lekat dengan gossip/ghibah dunia artis. Dan tentunya bisa dimaklumi pada jenis TV Show begini tampilan glamour sudah lumrah menjadi syarat industrinya. Mungkin itulah pula dunia dakwah pun mesti menyesuaikan diri dengan selera zaman dan tuntunan strategi bisnis pada masa ini dan medium itu.

Saya sendiri termasuk yang berpendapat cukup ekstrim mengenai gaya hidup mewah yang menunggangi agama seperti gitu. Saya sangat setuju dengan pendapat almarhum Ali Mustafa Yakub sang penulis artikel bernas "Haji Pengabdi Setan" itu yang mengkritik peristiwa shalat berhadiah mobil di Bengkulu sebagai sebuah kesyirikan. Kalau guyonan saya, ibadah berhadiah wanita pasti lebih bikin semangat lagi para pria. 

Dalam kadar yang sangat parah bagi saya kecintaan pada harta/duniawi boleh jadi sudah jatuh pada kesyirikan/menuhankan yang mana merupakan dosa tertinggi dibanding dosa-dosa lainnya dalam Islam; bahkan dibanding dosa maha besar seperti membunuh dengan sengaja yang tidak ada alasan meringankan/membenarkan. Seingat saya bahkan disebutkan dalam hadits orang yang terbunuh ketika melawan orang yang berusaha membunuh untuk menguasai hartanya berstatus syahid. Artinya kita tidak diperbolehkan sabar dan mengalah pada pembunuh yang bermotif merampas harta orang. Ini menunjukkan betapa berbahayanya watak mata duitan.

Namun kita harus komprehensif juga melihat realita manusiawi yang sudah fitrahnya seneng sama duit/duniawi karena di situlah letak enak/kenikmatan. Makanya bagi saya upaya diskredit pada orang yang bergaya hidup mewah harus pula kita batasi agar tidak melampaui batas. Ibarat air yang mesti mengalir ke bawah begitu jugalah fitrah hawa nafsu manusia yang hanya dengan melawannya bisa membuat kita ditinggikan. Dan sebagai sesama manusia kita juga harus memaklumi bahwa itu tidaklah mudah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun