Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Film

Cerita Film Murni Karya Seni: Jangan dipolitisasi!!!

13 November 2018   18:33 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:51 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

------***------

Akhir-akhir ini dunia perfilman tanah air 'sedikit' heboh. Ya, heboh karena ada 'tendensi' show off film mana yang lebih banyak diminati. Ketika masyarakat Indonesia menanti-nanti diputarnya film 'A man called Ahok', rupanya ada yang menyimpan cemburu. Apalagi pas tahun politik kayak saat ini. Semuanya 'digiring' ke ranah politik.

Rupanya film A man called Ahok ini menarik minat para pemburu film. Entah karena kisahnya yang menarik, atau karena sosok Ahok yang ditunggu-tunggu, film ini seakan menghipnotis semua orang. Sejak diputar pertama kalinya, antusius masyarakat penikmat film sangat tinggi untuk film yang menceritakan kehidupan Ahok ini.

Kemudian, ternyata euforia ini membuat orang lain mungkin merasa risih. Bagaimana tidak, tiba-tiba beredar seruan dari salah satu partai politik uyang mengajak para kadernya untuk menonton film Hanum dan Rangga. Eh ternyata setelah cek dan ricek, memang film yang satu ini secara kebetulan  diperankan oleh putri salah satu tokoh partai yang secara politik beda pilihan baik dengan pemerintah saat ini, maupun Ahok secara personal.

Memang baik film A man called Ahok dan Hanum dan Rangga tidak ada kaitan sama sekali dengan politik. Murni ini karya seni anak bangsa yang patutu dihargai dan saya pun menaruh respek yang tinggi untuk kedua film ini. Namun, apa mau dikata karya-karya ini kemudian seakan 'diperkosa' oleh kepentingan politik. 

Bagaimana tidak. Kita tidak bisa menarik hubungan langsung antara sebuah karya seni dan politik. Seni ya seni. Politik ya politik. Tapi kemudian jangan mengadu domba karya seni dan politik. Itu tidak etis dan tidak logis. Bila ada penikmat film yang suka karya sutradara di balik film A man called Ahok, ya biarkan saja itu pilihan hati. Begitu juga kalau ada yang kagumi karya film Hanum dan Rangga. Intinya stop diadu domba.

Kalau saja di dunia barat, ada yang sirik dengan kehadiran film 'The girl with no name' mungkin kita akan melihat pertarungan serupa di dunia maya antara Tarzan vs The girl with no name. Tapi itu tidak terjadi.

Mereka benar-benar profesional. Mereka benar-benar memisahkan mana seni, mana kepentingan lainnya. Toh sama-sama meraup keuntungan sesuai standar dan kualitas yang ditampilkan.

Oleh karenanya, marilah kita sama-sama saling menghargai karya sesama anak bangsa. Sama seperti bagaimana Tuhan menciptakan hutan dan kemudian memberi keindahan hidup di dalam. Bagaimana dua insan manusia bisa merasakan benih-benih cinta mereka dalam kaca mata kepolosan akan cinta. Mereka tidak beradu, mereka tidak bertaruh. Mereka mengajarkan kita untuk tidak munafik. Untuk benar-benar mencintai tanpai batasan. Jungle and love, benar-benar menjadi pembeda bagi para pecinta kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun