Para pejuang kemerdekaan kita tak kenal lelah. Bahkan tak memperdulikan nyawanya hanya untuk menjaga harkat dan martabat serta cinta akan tanah air ini. Banyak juga para pejuang kita yang ditangkap, disiksa dan bahkan dipekerjakan secara tidak manusia. Tapi semangat mereka terus berkobar dan tidak padam memperjuangkan kemerdekaan.
Tjoet Nja' Dhien, Si Singamangaradja XII, Mayjen. TNI. Anm. D. I. Pandjaitan, Tuanku Imam Bonjol, Dr. H. Mohammad Hatta, H. H. Agus Salim, adalah para pahlawan yang mewakili Pulau Sumatera. Wage Rudolf Supratman, Jenderal Soedirman, Raden Adjeng Kartini, Dr. Ir. Soekarno, Sutomo (Bung Tomo), adalah para pejuang dan pahlawan yang mewakili Pulau Jawa. Pangeran Antasari, Brigjen TNI (Purn) H. Hasan Basry, Abdul Kadir, adalah para pahlawan yang mewakili Pulau Kalimantan. Kol. TNI. Anm. I. Gusti Ngurah Rai, I Gusti Ketut Jelantik, Untung Surapati, I Gusti Ngurah Made Agung, adalah para pahlawan yang mewakili Pulau Bali. TGKH M. Zainuddin Abdul Madjid, adalah pahlawan dari Nusa Tenggara Barat. Izaak Huru Doko, W. Z. Johannes, Prof. DR. Ir. Herman Johannes, adalah para pahlawan dari Nusa Tenggara Timur. Sultan Hasanuddin, Dr. G. S. S. J. Ratulangi, Maria Walanda Maramis, Robert Wolter Monginsidi, Bernard Wilhem Lapian, adalah para pahlawan yang mewakili Pulau Sulawesi. J. Leimena, Kapitan Pattimura, Martha Christina Tijahah, Nuku Muhammad Amiruddin Kaicil Paparangan, adalah para pejuang dan pahlawan mewakili Pulau Ambon. Frans Kaisiepo, Silas Papare, Marthen Indey, Johanes Abraham Dimara, adalah para pejuang dan pahlawan yang memawakili tanah Papua.
Tentunya untuk menuliskan satu per satu nama-nama pahlawan kita tidak akan habis dalam sehari. Masih banyak para pejuang dan pahlawan kita yang gugur demi kecintaan mereka terhadap negara ini. Perlawanan mereka juga tidak kalah heroic dengan cerita perang Troya. Kita tidak bisa membandingkan satu peristiwa perang atau perlawanan dengan yang lainnya, karena masing-masing memiliki karakter dan pendekatan yang berbeda-beda.
Bicara strategy perang, strategy perang gerilya sangat diakui pada zaman itu. Musuh-musuh kita yang diperlengkapi berbagai senjata modern, takluk dibawah pergerakan para pejuang kita. Dibawah komando Panglima Besar, Jenderal Soedirman, Letnal Kolonel Soeharto dan pasukannya berhasil menuntaskan misi Serang Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.
Kisah heroic lainnya, Perang Puputan di Bali (1846-1849), juga menceritakan sebuah perlawanan sengit masyarakat Bali terhadap penjajah, Belanda. Perlawanan Kapitan Patimura di Maluku, Ambon (1817); Sultan Hasannudin (Raja Gowa ke-16) di Makasar (1666-1669), Tjoet Nya' Dhien di Aceh (1899-1901), Pangeran Diponegoro di tanah Jawa dalam perlawanannya terhadap pemerintah Hindia Belanda (1825-1830) adalah gambaran sebuah perjuangan yang tidak saja mengandalkan otot, tapi lebih pada memanfaatkan kegeniusan otak yang dimiliki para pahlawan kita.
Dengan berbagai senjata dan kekuatan yang dimiliki para penjajah, seharusnya tentu sangat mudah bagi mereka untuk mengalahkan perlawanan para pahlawan kita. Tapi itu tidak gampang. Sama halnya dengan pasukan Troya, ternyata mereka tidak mudah mengalahkan pasukan Yunani. Dan yang terjadi justru mereka yang ditumpas oleh pasukan Yunani.
Kisah perjuangan para pahlawan kita meninggalkan secarik asa bagi generasi saat ini untuk terus menjaga kemerdekaan ini. Kemerdekaan yang sudah menjadi mutlak dan tidak ada tawar-menawarnya. Kemerdekaan yang seharusnya mengakar dan menerobos semua sendi-sendi kehidupan. Bukan kemerdekaan yang mudah 'diperjual-belikan'.
Memang akhir-akhirnya ini, ada banyak isu-isu dan bahkan boleh dibilang peristiwa yang seakan punya potensi 'menodai' semangat kemerdekaan ini. Beberapa peristiwa tersebut seakan menempatkan anak-anak bangsa pada 'kotak' yang berbeda-beda. Tidak berhenti sampai diperbedaan kotak, tetapi seakan 'menjurus' pada keretakan harmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Banyak sering berpendapat bahwa, memang lebih mudah memperjuangan sebuah perjuangan daripada mempertahankannya. Mempertahankan sebuah kemerdekaan seakan lebih sukar daripada memperjuangkannya.
Harusnya kita semua menyadari bahwa pengorbanan para pejuang dan pahlawan kita tidak bisa diukur dan dibayar dengan nafsu kekuasaan yang dipertontonkan dewasa ini. Apalagi menyamakan apa yang seseorang lakukan saat ini dengan salah satu tokoh pahlawan, adalah hal yang seharusnya tidak terjadi. Bagi saya, bentuk perjuangan dan karakter masing-masing kita tidaklah sama. Waktu perjuangan kita pun tidaklah sama.
Apa yang bisa kita lakukan hanyalah bagiamana 'mengambil roh' patriotisme para pahlawan kita untuk misi mempertahankan kemerdekaan ini. Para pahlawan yang telah gugur adalah panutan kita. Saatnya kita menjadi pahlawan bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.