Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Medali untuk Joni

18 Agustus 2018   18:24 Diperbarui: 18 Agustus 2018   20:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin bangsa Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaannya yang ke-73. Dan pada hari yang sama dilakukan Upacara Pengibaran Bendera dimana-mana.

Upacara ini bukan sekedar tradisi, tetapi memang ini sebuah keharusan konstitusi. Menghargai dan menghormati para pahlawan yang telah gugur dalam perjuangan kemerdekaan ini.

Nuansa upacara ini pun beraneka ragam setiap tahunnya. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, kita disuguhi dengan berbagai macam cerita bagaimana seluruh masyarakat Indonesia bersukacita atas peringatan hari bersejarah ini.

Kalau di Istana Negara, Jakarta, Pak Presiden Jokowi dan Ibu Iriana mengenakan busana daerah dari Pulau Sumatera, dan suasana upacara berlangsung sebagaimana mestinya; di 'istana' yang lain upacaranya diisi dengan sedikit pesan politik. Mungkin karena ini tahun politik jadinya pesan kemerdekaan disuarakan dalam konteks politik. Ini menurut saya bisa wajar dan tidak. Kenapa tidak? Ya karena yang kita butuhkan saat ini untuk menghargai para pahlawan yang telah tiada. Mereka tidak berpolitik saat ini. Saya melihatnya, panggung 17 Agustus tidak etis diisi dengan pesan politik. Walaupun setiap orang punya hak untuk berpendapat.

Bagaimana dengan di daerah-daerah? Terlihat ramai dan serba minimalis sesuai kondisi daerah masing-masing. Tapi tetap penuh nilai. Dan sudah hal biasa kita bisa menyaksikan berbagai liputan media dari seluruh penjuru Indonesia bahkan lintas negara yang merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia.

Saya kebetulan mengikuti upacara pengibaran bendera pertama kali di Australia yang dilaksanakan di Kedutaan RI. Terharu? Pasti. Apalagi setelah upacara, Bung Michael, Alumni Indonesian Idol mempersembahkan beberapa lagu yang terus memupuk rasa nasionalisme kita.

Tapi, kemudian saya menyadari bahwa apa yang saya alami, dan melihat apa yg dipertontonkan para elit politik sepertinya tidak ada apa-apanya ketimbang yang dilakukan Joni.

Ya, Joni. Anak ini mendadak menjadi terkenal karena aksi heroiknya (kata orang-orang) viral di berbagai media. Joni secara spontan memanjat tiang bendera saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan dalam Peringatan Detik-Detik Kemerdekaan di Motoain, daerah perbatasan Indonesia dan Timor Leste. Kok bisa? Iya, ini lantaran saat pengibaran bendera, tali pengikat bendera putus sehingga bendera Indonesia tidak bisa dinaikan ke puncak tiang bendera.

Semua orang panik? Jelas, tapi apa yang mereka lakukan? Hmmm...yang saya lihat dari video yang beredar hanyalah bagaimana para pasukan pengibar bendera tetap membentangkan bendera Indonesia selama peristiwa ini berlangsung. Saya salut untuk pasukan pengibar bendera.

Kembali ke Joni. Konon katanya Joni hampir saja tidak ikut upacara karena sakit perut, tapi nasib berkata lain. Kehadirannya dalam upacara kemarin memberi berkah untuk bangsa dan negara dan setidaknya untuk Joni dan keluarganya.

Banyak orang memuji aksi Joni, yang juga memiliki latar belakang dari keluarga yang dulu tinggal di Timor Timur; dan tetap memilih menjadi Warga Negara Indonesia setelah Timor Timur memilih pisah dari Indonesia. Banyak yang bilang ini aksi heroik. Tapi banyak juga yang mempertanyakan kesiapan panitia dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun