Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Berkaryalah Terus Selama Mentari Masih Bercahaya

25 September 2022   01:37 Diperbarui: 25 September 2022   01:51 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ibadah umat|sumber: apua.antaranews.com

REFLEKSI ALKITAB | 25 SEPTEMBER 2022

BERKARYALAH TERUS SELAMA MENTARI MASIH BERCAHAYA

Oleh Weinata Sairin

"Segala sesuatu yang dijumpai tanganmu untuk dikerjakan, kerjakanlah itu sekuat tenaga, karena tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi." -Pengkhotbah 9:10

Kerja, bekerja, mendapat tempat yang amat penting dalam konteks kehidupan umat beragama. Semua agama mengingatkan, bahkan memotivasi manusia untuk bekerja dan bukan menjadi seorang pemalas. Bekerja adalah tugas manusia. Di awal sejarah, manusia ditempatkan Allah di Taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu (Kej.  2:15). Tugas untuk bekerja, imperatif untuk berkarya, datang kepada manusia sebelum ia jatuh ke dalam dosa. Kerja, bukan hukuman atas dosa. Bahwa sesudah manusia jatuh ke dalam dosa, kerja mendapat sebuah perspektif yang baru, mendapat underline, itu soal yang lain.  Bekerja dalam perspektif makro adalah melibatkan diri dalam proses penciptaan yang Allah lakukan di tengah sejarah. Bekerja sebab itu bukanlah sekedar jargon, tagline, atau 'ideologi' sang penguasa. Bekerja adalah ekspresi religius dari sosok manusia beragama.

Bekerja tidak hanya sebuah istilah 'sekuler'. Bekerja juga memiliki dimensi teologi yang amat dalam. Di dalam bekerja ada aspek tanggung jawab dan kredibilitas manusia,  ada urusan etik, ada kaitan dengan harkat dan martabat manusia. Yesus malah, sesuai dengan "tupoksi"-Nya, telah mengelaborasi makna kerja dengan lebih apik dan cantik tatkala Ia merespon sebuah realitas di zaman-Nya. Ia menyatakan: "Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal..."(Yoh. 6:27).  Hal itu ditegaskan oleh Yesus ketika Ia melihat kecenderungan orang banyak mengejar Dia hanya untuk urusan perut dan tidak pertama-tama karena mukjizat yang Yesus buat (bdk.  Yoh.  6:25-26). Yesus mengajak orang banyak agar tidak terpukau pada roti, terpenjara pada hasrat ekonomis, pada perut kenyang, pada gizi, pada aspek luaran, (pada jargon politik).  Ia ingin mengubah mindset para murid dan orang banyak bahwa hidup tidak berhenti pada roti dan perut kenyang; hidup adalah juga memahami tanda-tanda keajaiban yang Yesus presentasikan dan apa maknanya bagi hidup di keakanan.

Istilah yang digunakan Yesus, "makanan yang akan dapat binasa" dan "makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal" amat menarik karena Ia secara langsung menetapkan "status" dan "kategorisasi" makanan yang selama ini agaknya luput dari sebuah burning issues. Di sini Yesus benar-benar menampilkan kecerdasan seorang pemimpin yang mampu secara tepat dan adekuat melontarkan gagasan tentang "makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal" di tengah adanya "rush" dari publik terhadap roti yang merepresentasikan "makanan yang akan dapat binasa".

Yesus selalu berupaya untuk mengubah concern orang dari hal-hal yang "kini dan di sini" kepada hal-hal yang akan berlangsung di keakanan, hal-hal yang bernuansa eskatologis. Yesus mengajak orang berpikir makrostrategis dan visioner dan tidak mikrotemporer. Hal itu tampak begitu jelas ketika ia diperhadapkan dengan pertanyaan para murid tentang siapa yang berdosa sehingga ada orang buta sejak lahirnya (Yoh.  9:1-5, dst.).  Murid-murid tengah hidup dalam arus pemikiran (teologi) yang sedikit matematis yang populer di zaman itu, bahwa "penyakit itu akibat dosa". Murid-murid tentu berharap Yesus memberi respons afirmatif tentang hal itu dengan mengacu kepada teologi yang tengah populer. Namun, Yesus pemimpin yang cerdas, clever dan cerdik. Ia tidak menjawab secara matematik. Yesus malah secara berani melawan dan menggugat pandangan populer yang tidak benar saat itu. Kata-Nya: "Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia." (Yoh.  9:3).

Sesudah Yesus menjawab diplomatis pertanyaan murid-Nya, Ia langsung menyampaikan butir pemikiran penting: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tak ada seorangpun yang dapat bekerja" (Yoh. 9:4).

Sesudah Yesus menjawab diplomatis pertanyaan murid-Nya, Ia langsung menyampaikan butir pemikiran penting: "Kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus Aku, selama masih siang; akan datang malam, di mana tak ada seorangpun yang dapat bekerja" (Yoh. 9:4). Yesus menyadarkan para murid untuk tidak terpukau pada realitas kekinian yang dialami dalam kehidupan, berikut tafsir (teologinya, tetapi juga melihat segala sesuatu dalam perspektif masa depan. Yesus mendorong agar para murid mendayagunakan waktu yang ada sehingga optimal dalam menjalankan tugas pelayanan, karena waktu itu amat terbatas dan ada saatnya kita tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

Kitab pengkhotbah 9:10 dalam nada yang tidak jauh berbeda dari ungkapan Yesus, menyadarkan dan mendorong umat agar melakukan pekerjaan itu sekuat tenaga. Bekerja Itu adalah sebuah kesempatan terbaik selama masih ada napas kehidupan. Dengan narasi yang cukup keras Pengkhotbah menyatakan bahwa dalam dunia orang mati, ke mana engkau akan pergi tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat!

Selama masih hidup, masih bernapas, lakukanlah pekerjaanmu. Penyadaran dengan narasi yang keras, karena dikaitkan dengan kematian, bisa tetap bermakna dan tidak vulgar sejauh kita memahami bahwa masa waktu kehidupan kita amat terbatas, pada kisaran 70-90 di dunia ini. Senyampang ada waktu, dan napas masih berembus,  marilah terus bekerja, memberi yang terbaik bagi Allah dan manusia sesuai dengan tuntunan agama, sejalan dengan teladan Yesus Kristus. Dengan bekerja keras kita bisa mencukupi kebutuhan hidup yang standar,.sehingga kita terbebas dari nafsu korupsi. Korupsi yang dilakukan oleh para kepala daerah, praktik suap oleh pejabat peradilan sangat  memalukan dan merupakan aib serta preseden buruk bagi bangsa kita.

Korupsi tidak memandang agama,.kekristenan mengalami degradasi tatkala warga gereja terlibat korupsi dan terlibat dalam banyak perkara pidana.Menghadapi realitas ini Gereja takbisa berdiam diri.

Selamat Merayakan Hari Minggu. God Bless Us.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun