Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Gereja Mendirikan Tanda-Tanda Kerajaan Allah di Tengah Sejarah

18 September 2022   02:36 Diperbarui: 18 September 2022   02:36 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

REFLEKSI ALKITAB, 18 September 2022

GEREJA MENDIRIKAN TANDA-TANDA KERAJAAN ALLAH DITENGAH SEJARAH

Oleh Weinata Sairin

"Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman tetapi soal kebenaran,  damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. " - Roma 14:17

Terminologi "Kerajaan Allah" amat sering digunakan oleh umat Kristen tetapi keseringan itu tidak secara otomatis berarti bahwa umat paham makna dari istilah itu.  Ketidakpahaman seperti itu bahkan dialami oleh para murid Yesus yang setiap hari hidup bersama Yesus,  berdialog dan berdiskusi dengan Yesus.  Mereka ignore/ abai terhadap penjelasan Yesus tentang Kerajaan Allah,  juga topik penting tentang isinya.  Mindset para murid dirasuki roh politik yang memahami Yesus sebagai seorang hero yang akan melakukan perlawanan terhadap penguasa yang ada,  kemudian mendirikan sebuah kerajaan baru sama seperti kerajaan di era Perjanjian Lama.  

Gagal paham para murid tentang misi Yesus dan khotbah Yesus,  menjadikan para murid hanya dalam posisi "kebersamaan fisikal" dengan Yesus dan tidak pada posisi "kebersamaan visi". Ketidakpahaman para murid tentang sosok dan garis pemikiran Yesus sangat kentara dan diungkapkan secara eksplisit pada keempat Injil dalam Perjanjian Baru.  Dalam khotbah di bukit (Matius 5:7) sebenarnya Yesus menyampaikan pokok-pokok penting ajaran-Nya yang selalu berbeda bahkan paradoks dengan ajaran dan pemikiran yang ada di zaman-Nya.  

Keberbedaan yang kontras itu diungkapkan Matius dalam struktur kalimat yang amat jelas,  misalnya: "Kamu telah mendengar firman ini,  tetapi Aku berkata.... "(Mat. 5:38, 49;  Mat. 5:43, 44). Bentuk "kamu telah...  tetapi" ini secara sengaja diungkapkan oleh Yesus agar para murid dan siapa pun memahami dimensi yang spesifik dan khas dari ajaran Yesus.

Perjanjian Baru cukup banyak mengungkapkan kedangkalan pemikiran para murid tentang Yesus atau sikap skeptis para murid yentang sosok dan misi Yesus.  Dalam Injil Sinoptis,  misalnya (Mat. 17: 1-13 dan ayat paralelnya dalamMarkus dan Lukas), murid-murid ingin mengurung Yesus di tenda di atas "gunung kemuliaan" karena mereka terpesona dengan sosok Yesus pada saat di gunung itu,  "wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya putih bersinar.... ", bahkan tampak Yesus sedang berdialog dengan dua orang tokoh besar PL,  yaitu Musa dan Elia.  Mereka ingin Yesus ada dalam kondisi mulia di gunung itu dan tak usah turun lagi untuk pergi ke Yerusalem.  Namun,  Yesus tak bisa mengubah program-Nya,  bahwa Ia harus turun gunung dan merangkul derita di Yerusalem.

Dalam mindset yang sama dengan apa yang ada di ruang publik tentang Kerajaan Allah,  ibu Yakobus dan Yohanes mendatangi Yesus dan sujud di hadapan-Nya sambil memohon agar anak-anaknya kelak duduk di dalam Kerajaan Allah,  yang seorang di kanan,  yang seorang di kiri.  Yesus merespon permintaan tendensius itu dengan menyatakan bahwa "kamu tidak tahu apa yang kamu minta.... ".

Ibu para murid itu yang GR (gede rasa/terlalu percaya diri)  tentang status anak-anaknya sesudah kerajaan itu terbentuk,  langsung datang kepada Yesus.  Mungkin saja itu inisiatif murni para ibu yang biasanya lebih sensitif dan antusias terhadap fasilitas,  tetapi bisa juga para murid itu "memperalat" ibu mereka untuk datang dan bicara kepada Yesus.  Urusan menjadi "ring 1", menjadi inner circle kekuasaan, tidak hanya penting di zaman now,  tetapi ibu-ibu di zaman Yesus telah juga melihatnya dengan amat cerdas.

Sebenarnya, dalam doa Bapa Kami,  Yesus dengan amat jelas mengajar umat dengan narasi "Datanglah kerajaan-Mu". Yesus tidak mengajarkan dalam doa itu,  misalnya,  "Perluaslah kerajaan-Mu" atau "Tambahkanlah kerajaan-Mu". Yesus mengajarkan "Datanglah kerajaan-Mu". Yesus tidak memahami Kerajaan Allah dalam konsep berpikir yang ekspansionistik dan triumpalistik,  dalam perspektif perluasan dan pemenangan,  tetapi lebih dalam pemahaman keberlakuannya,  perwujudannya,  pemberlakuannya,  konkretisasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun