Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ratap Tangis Rintih Pedih Tiada Henti

25 November 2021   07:10 Diperbarui: 25 November 2021   07:19 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon tumbang | sumber : news.detik.com/

RATAP TANGIS RINTIH PEDIH TIADA HENTI

perubahan iklim mengusung dampak besar
yang mengoyak ritme kehidupan umat manusia
musim kemarau atau musim hujan
yang setengah abad yang lalu
telah dihafal habis murid sekolah rakyat
melalui buku
pelajaran ilmu bumi
kini berubah drastis

para petani harus mengubah rumus baku
kapan waktu menabur
dan kapan waktu yang tepat untuk menuai
padi jenis apa
yang cocok dengan iklim yang berubah
sistem irigasi
pupuk
derajat keasaman tanah di suatu
wilayah

ada rasa sedih dan prihatin beberapa hari ini beberapa wilayah negeri ini dihantam siklon tropis "paddy"
ada angin kencang
angin puting beliung
hujan deras menyiram bumi
pohon-pohon tumbang menimpa mobil dan kedai
realitas ini menambah ketakutan baru
bagi masyarakat
terutama di wilayah jabotabek, banten, jabar
jatim dan sebagainya

ada juga warga yang mencoba menafsir realitas itu dari angel eskatologis
bahwa pandemi,
erupsi, bencana alam yang kerap datang mendera
sebagai tanda
tanda hari kiamat
makin mendekat
yang mestinya mendorong manusia untuk
bertobat
untuk melakukan
metanoia

alam tengah marah dihampir seantero jagat
ada tanah bergerak,banjir bandang, erupsi, longsor
mungkin eksploitasi manusia terhadap isi perut bumi sudah melampaui batas
sementara dibumi yang real
hasil-hasil eksploitasi perut bumi itu  
menjadi titik
tengkar antara politik, kekuasaan dan profesionalisme
sangat mengerikan
dan menurut sop serta fatsoen politik
profesionalisme selalu mesti menjadi pihak yang terkalahkan
apalagi jika semuanya mampu secara cantik dibingkai dalam frame sara

dalam sebuah kondisi tatkala alam memendam amarah
maka manusia harus lebih piawai mengelola alam
mengeruk isi perut bumi
cerdas mengedepankan aspek ekologi dan lingkungan hidup
pengelolaan secara bisnis organisatoris tidak menggunakan packaging sara atau aji mumpung

umat manusia harus hidup lebih kudus,berhikmat, profesional,bicara dalam diksi elegan
dan tidak dalam posisi menghakimi sambil mencipta kambing-kambing yang hitam dan atau merekrut domba-domba yang mudah di adu

masyarakat sigap bencana harus terus diwujudkan, cerdas berekologi, kesadaran untuk empati dan mengembangkan hidup yang berkesalingan
harus makin mengemuka
menjadi roh dari insan beragama dan berPancasila

jalani hidup tanpa keluh
ratap tangis
pedih perih
memperkuat kehidupan
dan sesuai dengan kairosNya
Tuhan akan datang menolong.

Jakarta, 25 November 2021, pk 5.26
Weinata Sairin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun