pukul satu limapuluh delapan dini hari
kubaca wa di gadgetku :
"pendeta emeritus,
pak yanto telah dipanggil pulang
Tuhan Yesus"
serasa tersengat
membaca narasi
berbunyi seperti itu
saat-saat dini hari
yuniorku itu telah lima hari menjalani perawatan intensif
ia terpapar virus
sementara ada komorbid melekat di tubuhnya yang gemuk tegap
saat itu juga kukirim kata-kata
penguatan
kepada sang istri
seorang guru yang
setia merawat dan tabah melewati saat-saat kritis
yang melilit suami
terkasih
ada luka, duka, pedih
perih mengoyak nurani
ia pergi terlalu cepat
tanpa pesan
tiada kata akhir
Tuhan, setiap hari orang-orang yang kami kasihi
mengelepar dililit maut tanpa ampun
hati kami teriris perih
menghadapi kondisi itu
prokes yang ketat
takmemungkinkan kami menatap akhir wajahnya
luka duka merobek dada
siang ini yuniorku
pendeta yanto dikebumikan dalam duka menghunjam dalam
di gunung putri
ditengah rasa galau dan titik airmata yang menetes
ada rasa bahagia
lahir di kedalaman nurani
almarhum telah rampung dan optimal
menjalankan tugas sucinya
menabur kasih Kristus
mengalirkan solidaritas dan empati
bagi dunia
yang luka dan ternoda.
Jakarta, 1 Juli 2021/ pk 14.39
Weinata Sairin