Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menghidupi Kehidupan dengan Hikmat Tuhan

31 Mei 2021   08:50 Diperbarui: 31 Mei 2021   11:30 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.jawaban.com/read/article/id/2016/06/17/58/160616162557/ini_alasan_mengapa_hikmat_lebih_berharga_daripada_emas

"Hiduplah dengan penuh hikmat terhadap orang-orang luar,  pergunakanlah waktu yang ada." (Kolose 4:5)

Hidup yang kita hidupi amat kaya dengan dimensi, ruang, dan perspektif. Hidup tidak bisa ditangkap hanya dalam satu perspektif, sebuah angle. Hidup yang utuh dan penuh, yang holistik dan komprehensif, mesti di-shoot dalam multiangle. Dengan menyadari begitu luasnya samudra kehidupan dan majemuknya dimensi kehidupan maka durasi kehidupan (yang mencapai usia efektif rata-rata 80-an) bisa dikatakan amat pendek. Oleh karena itu, durasi yang tersedia mesti didayagunakan secara optimal.

Hikmat (wisdom), yang biasa dikaitkan dengan Salomo, adalah pengetahuan yang dalam mengenai orang, barang, kejadian, atau situasi yang menghasilkan kemampuan untuk menerapkan penilaian sesuai dengan pengertian tersebut. Masyarakat Yunani kuno menganggap bahwa hikmat adalah suatu kebajikan yang penting.

Itulah sebabnya, banyak wisdom yang lahir dari negeri tersebut, selain juga filsafat.

Ada beberapa kata kunci dari Surat Kolose ini yang perlu diperhatikan yaitu "hikmat", "orang-orang luar", dan "waktu yang ada". Paulus mengingatkan dengan cerdas kepada Jemaat Kolose agar mereka sadar dan siuman terhadap konteks yang dihadapinya. Ia meminta agar umat memberlakukan cara hidup yang bijaksana. Sikap, perkataan, dan perbuatan umat janganlah menjadi batu sandungan yang merugikan umat secara pribadi dan berdampak buruk bagi kehadiran kekristenan di tengah komunitas non-Kristen, seperti Warga Jemaat Kolose hidup di tengah "orang-orang luar", orang yang  belum mengenal Kristus, orang yang memang berbeda iman.

Hidup di tengah-tengah orang luar tentu membutuhkan seni tersendiri.

Tidak bisa kita semaunya, seenak sendiri. Berkata-kata harus dengan hati-hati, mencari kata yang tepat yang tidak membuka peluang multitafsir atau berpotensi "menista agama". 

Soal makanan juga harus amat hati-hati, demikian juga soal melakukan ibadah. Di Sukabumi Selatan, tahun 1960-an, warga jemaat Kristen tidak bisa melakukan kebaktian di rumah karena tetangga di sekitarnya tidak suka mendengar orang menyanyikan lagu Gereja, dan di wilayah-wilayah terpencil, pada tahun 1970-an, Gereja Kristen Pasundan tidak selalu memasang papan nama Gereja jika tidak dianggap
amat penting.

Kesemua itu dilihat dalam frame hidup penuh hikmat terhadap orang luar dan tidak sama sekali dalam konteks menutupi atau menyelubungi kekristenan. Hidup penuh hikmat terhadap orang luar memerlukan penjabaran teknis sesuai dengan konteks tertentu. Tidak ada rumus yang umum dan baku yang bisa diberlakukan di semua wilayah.

Menarik, melihat apa yang ditegaskan Paulus, bahwa umat mesti menggunakan waktu yang ada. Artinya, jangan sia-siakan waktu, gunakan secara efektif sehingga terwujud sesuatu yang optimal. 

Seperti kita pahami bersama, jemaat-jemaat Kristen abad pertama amat merindukan kedatangan Yesus yang kedua kali agar mereka bisa keluar dari dunia yang penuh derita dan mengecap dunia baru yang penuh damai sejahtera. 

Sebuah eskatologi presentis saat itu memang menjadi harapan dari Jemaat Kristen, mengingat hambatan dan penyiksaan terhadap umat Kristen terjadi terus-menerus.

Bacaan ini penting untuk kita simak ulang di tengah berbagai kegaduhan yang mewarnai kehidupan kita membangsa dan menegara. Hikmat, sikap terhadap orang luar, dan kesadaran tentang waktu adalah hal-hal pokok yang mestinya menjadi perhatian utama kita di hari-hari ke depan.

Gereja-gereja zaman ini acap juga merindukan datangnya eskatologi presentis yaitu eskatologi kesekarangan, bukan eskatologi keakanan, eskatologi masadepan, hari akhir( eskhaton), hari kedatangan Yesus kedua kali dikeninian.

Kondisi ini disebabkan, agak mirip di abad pertama, ke kristenan mengalami hambatan/persekusi yang terus menerus, antara lain, sulitnya membangun gedung Gereja, larangan beribadah, terorisme berbau agama di Poso, sikap diskriminasi,ujaran kebencian/hujatan terhadap kekristenan di medsos.

Penderitaan yang disebabkan kekristenan dialami umat di kantor, di masyarakat jika penganut non-K relatif lebih besar atau disuatu wilayah yang menganut( sesat fikir) seolah di wilayah X hanya boleh ada agama X saja.

Di zaman ini kita harus makin cerdas dan berhikmat, mampu memilah diksi elegan dan sopan baik kepada "orang luar" maupun kepada kepada kawan seiman.

Selamat Menyambut dan Merayakan Hari Minggu. God Bless!

REFLEKSI ALKITAB, MINGGU 30 MEI 2021 : MENGHIDUPI KEHIDUPAN DENGAN HIKMAT TUHAN

Oleh Weinata Sairin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun