Mohon tunggu...
Weinata Sairin
Weinata Sairin Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Teologi dan Aktivis Dialog Kerukunan

Belajar Teologia secara mendalam dan menjadi Pendeta, serta sangat intens menjadi aktivis dialog kerukunan umat beragama

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Peluk Memeluk Bukanlah Tindakan Muluk

25 Februari 2021   15:27 Diperbarui: 25 Februari 2021   15:34 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar via https://republika.co.id/

PELUK MEMELUK BUKANLAH TINDAKAN MULUK

"O qui complexus et gaudia quanta fuerunt. Betapa yang berpelukan menjadi begitu gembira."

Kata "peluk" dan tindakan "memeluk" bukanlah sesuatu yang asing dalam vokabulari masyarakat kita. Tindakan memeluk yang dilakukan oleh dua orang, dalam konteks relasional dan psikologis memiliki makna yang amat dalam. Memeluk, tindakan mendekap dan merangkul yang terjadi diantara dua orang sesama jenis atau bukan, mencerminkan multi makna : ada cinta, kasih sayang, rindu yang menggumpal, hubungan dekat dan istimewa. Pada tahun 90 an ada sebuah film berjudul "Peluklah Daku dan Lepaskan" yang beredar di gedung-gedung bioskop serta mendapat sambutan hangat dari pasar. Film bergenre komedi itu dibintangi antara lain oleh Meriam Belina, Ria Irawan, Gusti Randa menyedot cukup banyak penonton karena dianggap memberi hiburan yang sehat dan segar di zaman itu.

Kata peluk dan tindakan memeluk amat terasa dalam dunia orang muda, tatkala sepasang kekasih berpelukan sambil membisikan kata-kata pujian bernada cinta. Pelukan bisa saja merupakan muara dan kulminasi dari semua narasi cinta yang diungkapkan sepasang kekasih dalam sebuah episode pertemuan mereka. Kualitas dan bobot sebuah pelukan seperti yang terjadi didunia anak muda itu, akan sangat berbeda dengan pelukan seorang ibu ketika memeluk anaknya yang suhu badannya tinggi karena terserang demam. Apalagi demam itu akhir-akhir ini dianggap sebagai penanda Covid 19. Pelukan ibu seperti itu adalah pelukan penguatan, empowering agar sang anak merasa nyaman dan aman dalam lindungan ibu sehingga sang anak dibantu untuk bisa segera sembuh dari penyakitnya.

Urusan peluk-memeluk tidak hanya terjadi di dunia anak muda yang sedang dilanda cinta, suami -istri, atau dikalangan orangtua-anak, tetapi aktivitas itu terjadi hampir disemua sektor kehidupan : di dunia olahraga, di dunia politik, di dunia peradilan, di dunia eknomi dan di berbagai dunia lainnya. Dari pengalaman empirik kita memahami bahwa tindakan "memeluk" adalah wujud kasih sayang, rasa percaya, trust, yang terjadi diantara dua pihak, sikap tulus yang mewarnai perasaan dua sosok.Tindakan memeluk bukan tindakan formalistik, "show of force" atau semacam acting untuk tujuan dan kepentingan tertentu, tetapi sebuah aksi otentik yang mencerminkan ketulusan dan adanya sikap persaudaraan sejati yang tumbuh diantara dua pihak.

Ada ahli psikologi yang berpendapat bahwa setiap orang memerlukan 8 kali pelukan dalam sehari agar seseorang mengalami kebahagiaan dan suasana kehidupan yang lebih baik. Bahkan seorang yang aktif dalam pembinaan keluarga menegaskan bahwa setiap hari setiap orang memerlukan 4 pelukan untuk bertahan hidup, 8 pelukan untuk kesehatan, 12 pelukan untuk pertumbuhan.

Pelukan dalam kehidupan berumahtangga sejatinya memang harus ditingkatkan frekuensinya: suami-istri, orang tua-anak, adik-kakak. Pelukan, pujian; sikap respek, ungkapan kasih sayang seharusnya terus mewarnai kehidupan rumahtangga setiap warga bangsa.

Status pensiun, kondisi uzur mendekati pikun, ekonomi yang melemah digerus virus, tidak mengubah kehangatan hidup sebuah rumahtangga.

Pepatah yang dikutip diawal bagian ini menyatakan "betapa yang berpelukan menjadi begitu gembira". Dalam beberapa waktu terakkhir ini diksi pelukan telah keluar dari koridor cinta kasih, love dan memasuki dunia politik. Tatkala petinggi republik dan kompetitor berpelukan di sebuah venue olahraga tanggal 29 Agustus 2018 tiga yang lalu maka dunia (Indonesia) seakan senyap, cool, dan seakan bangkit lagi ikatan persaudaraan yang selama ini merapuh tergerus pertarungan politik para kontestan.

Jika para petinggi negeri, para pimpinan parpol, para tokoh agama, para senator, para anggota parlemen, para pimpinan koalisi, para pejabat masing-masing bersedia untuk saling berpelukan maka sebuah Indonesia yang ramah, pilkada yang penuh kegembiraan dan sukacita akan kita nikmati. Pelukan adalah tanda adanya aliran silaturahim; pelukan adalah cerminan ketulusan; pelukan adalah penanda karakter positif umat beragama; pelukan adalah kulminasi dari komitmen dan trust yang dimiliki kedua pihak. Mari teruskan tradisi berpelukan demi sebuah kehidupan yang lebih ramah, respektif dan penuh persaudaraan sejati menuju Indonesia yang adil, sejahtera, maju, berhabitus baru dan berkeadaban.

Di era pandemi, tatkala ada PSBB, PPKM, PPKM Mikro, Era New Normal, era adaptasi atau apapun namanya, ada protokol ini itu, please redam dulu urusan peluk memeluk kecuali melahirkannya dalam sebuah mimpi yang elaboratif. Kita semua sebagai bangsa harus fokus mengusir virus Covid 19; melalui vaksinasi, ketat menjalankan protokol kesehatan,jangan sampai perjuangan kita mendeportasi si Covid 19 dari wilayah hukum NKRI, tereduksi hanya karena kita terbelenggu pada urusan memeluk dan atau dipeluk!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun