Mohon tunggu...
Achmad Suwefi
Achmad Suwefi Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja swasta penggemar Liverpool, Timnas dan Argentina

You will never walk alone

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Dalam Menulis, Setan Perlu Kita Tipu

28 Februari 2016   16:02 Diperbarui: 28 Februari 2016   16:18 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Tjipta, Pak Katedrajawen dan Mas Ninoy bisa jadi contoh dari rekan Kompasioner yang konsisten dan aktif menulis setiap hari, satu hingga tiga artikel lebih bisa dipublish ketiganya di Kompasiana. Sebuah konsisten yang pantas untuk ditiru termasuk oleh penulis tentang bagaimana mampu tetap menulis ditengah kesibukan yang harus dilalui setiap harinya.

Soal konsistensi dalam menulis ada debuah perbincangan menarik dari dua kyai besar soal produktivitas menulis yang bisa menjadi sebuah hal menarik untuk dijadikan pijakan yakni perbincangan antara Kiai Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta dengan Kiai Bisri sebagaimana dikisahkan oleh Gus Mus, panggilan akrab KH. Mustofa Bisri yang juga merupakan putera kedua dari Kiai Bisri.

“Tapi saya heran, mengapa sampeyan bisa begitu produktif menulis. Sementara saya selalu gagal ditengah jalan. Baru separo atau sepertiga sudah macet tidak bisa melanjutkan,” kata Kiai Ali Maksum

“Lha soalnya sampeyan menulis lillahi ta’ala sih !’ jawab Kiai Bisri dengan gaya khasnya.

“Lho Kiai menulis kok tidak lillahi ta’ala, lalu dengan niat apa ?” jawab Kiai Ali yang terkejut dengan jawaban Kiai Bisri.

“Kalau saya menulis dengan niat nyambut gawe. Etos, saya dalam menulis sama dengan penjahit itu. Walaupun ada tamu, penjahit tidak akan berhenti menjahit. Dia menemui tamunya sambil terus bekerja, soalnya bila dia berhenti menjahit, periuknya bisa ngguling. Saya juga begitu, kalau belum-belum, sampeyan sudah niat yang mulia-mulia, setan akan mengganggu sampeyan dan pekerjaan tak akan selesai,” jawab Kiai Bisri.

“Lha nanti kalau tulisan sudah jadi, dan akan diserahkan kepada penerbit. Baru kita niati yang mulia-mulia, linasyril ‘ilmi atau apa. SETAN PERLU KITA TIPU,” pungkas Kiai Bisri sambil tertawa.

Bisa jadi contoh diatas masih jauh lah bila dibandingkan dengan penulis yang hanya membuat artikel dengan minimal 7-10 paragrap. Namun untuk membuat artikel 7-10 paragraf pun terkadang susah dengan berbagai macam alasan yang menyertainya. Terkait soal SETAN PERLU KITA TIPU sebagaimana yang diungkapkan Kiai Bisri kepada Kyai Ali Maksum diatas, penulis setuju sekali dan memang harus bisa kita sisihkan sejenak.

Siapa yang tidak senang saat melihat artikel kita menjadi Headline di Kompasiana, dibaca hingga ratusan ribu orang serta menjadi trending article. Bagi penulis pribadi sebagaimana yang pernah diajarkan guru bahasan Indonesia kala SMA dulu, menulislah karena engkau ingin menulis. Jika engkau berharap tulisanmu dibaca oleh banyak orang maka engkau akan berhenti menulis.

‘Setan’ itu bisa jadi adalah tuntutan dalam diri bahwa artikel harus HEADLINE dan Dibaca hingga ratusan ribu orang, sesuatu yang bisa membuat berhenti sejenak untuk menulis karena harus memikirkan dengan mendalam bahasan atau topik apa yang akan diangkat dan mempunyai nilai jual. Penulis sendiri masih terus belajar dengan membaca artikel rekan Kompasioner yang menjadi HL dan dibaca oleh puluhan ribu orang untuk sewaktu-waktu bisa seperti mereka.

So, ‘SETAN’ memang perlu kita TIPU jika ingin tetap konsisten dan produktif dalam menulis.

Salam Kompasiana,
Wefi

 

sumber foto : shutterstock

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun