Mohon tunggu...
Wita Permatasari
Wita Permatasari Mohon Tunggu... Psikolog - seorang bunda yang suka menulis

mari berbagi di witapermatasari.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Anak atau Orangtua, Siapa Sesungguhnya yang Perlu Konseling?

6 Oktober 2013   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1380994845159379763

Seorang teman bercerita tentang rasa khawatirnya pada saya. Tentang prestasi anaknya yang tidak sesuai harapan. Lalu saya bertanya, apa harapannya? Dan, berceritalah dia tentang dirinya. Tentang keinginan dan cita-citanya. Tentang ambisi dan mimpinya. Tentang dirinya. Juga tentang kegagalannya. Ia tak ingin anaknya seperti itu.

Lalu saya bertanya, siapakah yang sebenarnya sedang ia bicarakan, anaknya atau dirinya? Keinginan, cita-cita, ambisi dan mimpi anaknya belum tentu sama dengan dirinya.

Kali lain, saya bertemu seorang anak. Seorang anak yang manis. Ibunya pun sempurna. Hanya penuh dengan kekhawatiran. Selalu merasa ada yang kurang dengan anaknya. Padahal tak ada yang kurang. Kalaupun ada yang tak lengkap, itu adalah penerimaan ibunya. Tentang keunikan anaknya sebagai pribadi yang utuh. Dan sayangnya, itulah yang ditangkap si anak sehingga membuat proses adaptasinya memakan waktu lama bahkan bermasalah.

Ya, terkadang kita alpa. Meletakkan harapan di pundak ringkih anak kita. Tanpa sesungguhnya mengetahui apa harapannya. Terkadang kita luput. Menyampaikan tuntutan-tuntutan kita. Harus ini, harus itu, tanpa berkaca pada cermin, seperti apa kita sesungguhnya sebagai orangtua.

Berkaca dari banyak kejadian, tentang anak yang bermasalah baik di bidang akademik ataupun di lingkungan sosial, tak bisa dipungkiri peran orangtua sangat signifikan. Bahkan seringkali, perilaku anak hanyalah sebagai dampak ataupun akibat dari perilaku orangtua. Baik disadari ataupun tidak.

Sayangnya, tak semua orangtua memahami hal ini. Jangankan paham, terkadang bahkan sadar pun tidak. Memang seperti sebuah dilemma jadinya. Karena pemahaman dibangun atas kesadaran, sebuah awareness, bahwa suatu kejadian tentunya memiliki kaitan hubungan sebab-akibat yang logis dari fakta-fakta yang nyata. Bagaimana membangun pemahaman itu, kalau sang ibu atau ayah bahkan tak sadar akan fakta-fakta tersebut. Faktabahwa ia seringkali mengabaikan anaknya atau fakta bahwa ia tak pernah puas dengan prestasi si anak. Dan apabila hal itu berjalan bertahun-tahun lamanya, bayangkan apa yang dirasakan anak? Mungkin bagaikan menjerit di ruang kedap suara. Berteriak meminta pertolongan tanpa ada satu pun yang mendengar.

Andai saja orangtua mau mengambil jeda dan merenung sejenak. Mungkin akan tak butuh waktu lama kesadaran itu muncul. Tak pula banyak kejadian ketika orangtua masih harus disadarkan oleh pihak lain ketika ada masalah yang menimpa sang anak.

Kalau seperti ini, siapakah sesungguhnya yang perlu konseling, anak atau orangtua?

Menjadi orangtua memang salah satu tugas paling sulit di dunia. Tak ada panduan yang pasti, tak ada guide book ataupun bunyi peringatan “anda salah” ketika kita memencet tombol yang keliru.

Yang ada hanyalah hati nurani sebagai orangtua untuk belajar menerima dan memahami anak sebagai seorang individu dengan segala keunikannya. Sebagai anak ia berhak untuk itu. Tak ada kata terlambat untuk berubah, segeralah peluk dan rangkul anak anda, tatap matanya dan katakan bahwa anda mencintainya. Dan… jangan lupa untuk membuktikannya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun