Mohon tunggu...
weda prema
weda prema Mohon Tunggu... Editor - yooo
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

hai nama saya weda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebebasan Berekspresi di Internet

23 Januari 2021   11:10 Diperbarui: 23 Januari 2021   11:19 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kebebasan menyatakan pendapat dan penghormatan Hak Asasi Manusia adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi. Angin reformasi yang sempat melanda Indonesia membawa semangat perubahan dan melepaskan warga negara dari belenggu ketakutan menyatakan pendapat di hadapan negara. Namun, hari ini bisa dilihat 'wajah lain' kebebasan berekpresi dan menyatakan pendapat di hadapan umum.

Kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat berubah menjadi ujaran kebencian (hate speech) dan penyebaran berita palsu. Parahnya, ujian kebencian dan berita palsu semakin mudah menyebar akibat perkembangan teknologi. Sebaran ujaran kebencian dan informasi palsu telah merambah hingga ke kanal-kanal platform online, media sosial, bahkan aplikasi layanan pesan. Hal ini menjadi tantangan besar tidak hanya di Indonesai, bahkan komunitas global seperti Uni Eropa ikut cemas melihat tren ini.

Selain di Indonesia, dorongan perilaku kasar dan kekerasan, bullying, serta menyebarkan kemarahan secara online, hoax, serta bentuk-bentuk disinformasi lainnya meningkat secara signifikan, bahkan di negara-negara anggota Uni Eropa. Dengan demikian, muncul kesadaran bersama masyarakat global untuk menangkal peredaran ujaran kebencian dan disinformasi. Dengan tetap memperhatikan terpenuhinya hak dasar individu yakni kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat.

Masalah ujaran kebencian dan berita palsu sebenarnya telah mendapat perhatian global. "Kita menghadapi ujaran kebencian sembari tetap mengedepankan kebebasan berpendapat," ujar Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesai dan Brunai Darussalam, Vincent Guerend dalam diskusi mengenai penanganan ujaran kebencian dan disinformasi

Sejumlah negara-negara di dunia saat ini, jelasnya, sudah mengatur prilaku ujaran kebencian dan penyebaran disinformasi melalui instrumen regulasinya masing-masing. Jerman di tahun 2017 telah mengesahkan Undang-Undang yang mengatur tentang penggunaan platform online sebagai media penyebarluasan ujaran kebencian dan disinformasi. Selain Jerman, Spanyol, Prancis, dan Hunggaria telah melakukan langkah serupa.

Selain itu, Uni Eropa telah memiliki seperangkat peraturan tentang kegiatan komunikasi -baik online maupun offline- dan konten informasi. Uni Eropa juga telah bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan media sosial untuk menangkal ujaran kebencian. Pada Mei 2016, Facebook, Google, Microsoft, Twitter, dan Uni Eropa telah menandatangani kode etik dalam merespon ujaran kebencian illegal di platform online (Code of Conduct on Countering Ilegal Hate Speech Online).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun