Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Soal Penyadapan Komunikasi Susilo Bambang Yudhoyono

5 Februari 2017   10:23 Diperbarui: 5 Februari 2017   11:11 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: www.cnnindonesia.com

Megawati Soekarnoputri pernah mengungkapkan bahwa mereka menjadi korban pengawasan intelijen, Megawati Ternyata Pernah Sekap Intel, dan Megawati Merasa Diinteli. Demikian rekam media massa pada saat Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri kalah dalam pilihan Presiden periode 2004, 2009, dan kemudian berada di luar pemerintahan. Saat ini, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, mengungkapkan kepada publik dan media massa bahwa dirinya merasa telponnya disadap.

Berikut kutipan BREAKING NEWS, SBY: Telepon Disadap seperti Skandal Watergate, Pengacara Ahok Mencecar Ma'ruf Amin, dari Agus hingga SBY, dan  SBY: Ada Bukti Percakapan dengan Ma'ruf Amin, Itu Sebuah Kejahatan. Isu sadap menyadap yang sedang panas dan akan mendidih jika pendekatan yang dilakukan keliru. Langkah cepat Badan Intelijen Negara atau BIN patut kita apresiasi dengan segera mengklarifikasi dengan membersihkan BIN dari kecurigaan turut campur tangan Intelijen dalam pertarungan politik kekuasaan. Lantas, pertanyaannya siapa yang melakukan penyadapan?

Patut untuk publik sadari  bahwa dalam sidang penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Selasa (31/1), yang menghadirkan KH Ma'ruf Amin menjadi saksi ahli, justru Ahok bersama tim kuasa hukumnya banyak mencecar Amin dengan pertanyaan berbau politis yang tidak perlu yang dapat dilihat sebagai sikap bermusuhan kepada umat Islam yang direpresentasikan oleh Kiai Ma'ruf Amin atau sikap konfrontatif terbuka terhadap kubu SBY, adalah sebuah blunder yang sangat parah. 

Seandainya pun benar bahwa setting dari kasus hukum yang menimpa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok salah satunya adalah karena komunikasi KH Ma'ruf Amin dengan SBY. Namun akar persoalannya tetap berada pada diri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai figur pemimpin yang secara terang-terangan mengeluarkan pernyataan yang berada di luar kompetensinya yakni mengutip ajaran agama yang tidak dianutnya dan mengungkapkan penilaian pribadinya kepada publik yang kemudian ditafsirkan oleh para pihak yang tersinggung sebagai penistaan agama. Proses fatwa MUI bukan proses asal-asalan menerima pesanan politik, melainkan berdasarkan kepada hukum dan ilmu agama Islam, sehingga apabila masih ada tuduhan sepihak yang menghina fatwa MUI, maka hal itu menambah tajam perbedaan pandangan tentang kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. 

Lalu, kembali pada pertanyaan awal. Siapa yang melakukan penyadapan? Benarkah telah terjadi penyadapan? Apakah penyadapan tersebut menggunakan teknik sederhana kerjasama dengan provider telekomunikasi, ataukah menggunakan alat perekam, ataukah menggunakan intersep portable? 

Kecerobohan Humprey Djemat, lihat Ini Transkrip Lengkap Pihak Ahok Cecar dan Ancam KH Ma'ruf Amin, dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok adalah mengungkapkan dalam proses pengadilan tentang adanya komunikasi antara SBY dan Kiai Ma'ruf Amin (sebagian media memberitakan sebagai komunikasi telepon) . Berikut ucapan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kepada KH Ma'ruf Amin saat sidang penistaan agama, Selasa (31/1) (Radar Cirebon, 2 Februari 2017)

"Saya juga keberatan, tapi itu hak saudara saksi setelah dibuktikan akhirnya meralat tanggal 7 Oktober ketemu pasangan calon nomor 1. Jelas-jelas itu mau menutupi saudara saksi, menutupi riwayat hidup pernah menjadi Wantimpres Pak Susilo Bambang Yudhoyono. Dan tanggal 7 dan tanggal 6 jam 10.16 disampaikan pengacara saya, ada bukti ditelepon untuk minta mempertemukan. Artinya, saudara saksi sudah tidak pantas menjadi saksi kalau sudah tidak obyektif lagi. Ini sudah mengarah mendukung pasangan calon nomor 1. Ini jelas sekali tanggal 7 Oktober. Dan saudara saksi saya berterima kasih. Ngotot di depan hakim bahwa saudara saksi tidak berbohong. Kami meralat ini. Banyak pernyataan tidak berbohong (dari saudara saksi), kami akan proses secara hukum saudara saksi. Untuk bisa membuktikan, kami memiliki data yang sangat lengkap."

Entah, tentunya di benak publik muncul beragam pertanyaan tentang motif, niat dan tujuan Humprey Djemat dan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersebut. Meski kemudian, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menyatakan permintaan maaf kepada Ketua MUI Ma'ruf Amin. Dia juga menegaskan tidak akan melaporkan Ma'ruf Amin.  Kecerobohan tersebut disebabkan sebuah fakta yang dihadirkan dalam pengadilan harus diperoleh secara legal. Dalam dunia penyadapan komunikasi dikenal dua model yakni yang legal atau lawful dan yang illegal atau unlawful. Dalam kasus ini, apa yang diungkapkan oleh pengacara Ahok dan Ahok tersebut jelas-jelas unlawful alias melanggar hukum. Meskipun kemudian dibantah dan dinyatakan bahwa informasi tersebut dari media online, namun ketika mengungkapkan di pengadilan tampak jelas keyakinan Ahok dan pengacaranya tentang adanya komunikasi SBY dengan KH Ma'ruf Amin. 

Sangat tegas dan benar, Badan Intelijen Negara atau BIN menyatakan bahwa berkembangnya isu sadap-menyadap tersebut merupakan tanggung jawab Ahok dan pengacaranya dan BIN tidak pernah melakukan penyadapan selain untuk kepentingan keselamatan bangsa Indonesia. Sebuah sikap yang patut diacungi jempol bahwa intelijen berada diatas kepentingan politik kekuasaan dan berpegang teguh pada profesionalisme obyektiftas dan integritas.

sumber foto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun