Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyusuri Arkais Desa Belawa

13 Desember 2015   08:00 Diperbarui: 15 Desember 2015   03:32 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Temuan Mata Kapak Purba"][/caption]Pagi yang sadis itu, saya bersama kawan-kawan pegiat sejarah menyusuri jalan purba menuju Desa Belawa berada di jarak 32,1 km sebelah timur ibu kota Kabupaten Cirebon yaitu Sumber. Desa Belawa merupakan salah satu desa di Kecamatan Lemahabang, Kabupaten Cirebon, dengan luas wilayah 484,485 ha, dan berjumlah penduduk 5.313 jiwa. Mata pencaharian mereka adalah bertani.

Desa Belawa memiliki batas wilayah sebelah Utara dengan Desa Gumulung Tonggoh, sebelah Selatan dengan Desa Panongan Lor, sebelah Timur dengan Desa Cipeujeuh Kulon, dan sebelah Barat dengan Desa Wangkelang.

Selama berkendara motor, kami tak menduga selama perjalanan melalui jalur yang memendam peninggalan-peninggalan sejarah masa lalu, dan belum tergali. Bahkan Desa Belawa menyimpan daya tarik tersendiri, Taman Wisata Konservasi Kura Belawa, saat ini masih diusulkan menjadi Kawasan Konservasi.

Menurut Loka Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serang-Banten, Kura Belawa adalah jenis kura-kura yang hidup endemik dengan sebaran populasi terbatas. Kura Belawa tergolong kelas Amyda termasuk dalam Appendiks II CITES (Convetion on International Trad in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), jenis yang saat ini belum terancam punah namun berpotensi terancam punah jika perdagangan internasionalnya tidak terkontrol.

Perdagangan jenis-jenis ikan yang langka justru menjadi incaran para kolektor hewan langka terlebih diyakini dapat meningkatkan stamina bagi yang mengkomsumsinya. Kura Belawa termasuk jenis ikan dalam kelas Reptilia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009.

[caption caption="Kura Belawa"]

[/caption]

Saat ini, Kura Belawa diyakini labi-labi merupakan hewan endemik, melalui Keputusan Bupati Cirebon Nomor 522.51/SK.29-PEREK/1993 tentang Penetapan Identitas Flora dan Fauna Kabupaten Cirebon dan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka Kura Belawa diresmikan menjadi hewan identitas Kabupaten Cirebon.

Pada bulan Februari dan Maret 2010 terjadi kematian massal pada Kura Belawa yang memilik kurang lebih 50 kg sehingga jumlah Kura Belawa yang tersisa di kolam Taman Wisata Konservasi Kura Belawa sebanyak 37 ekor. Kematiannya, diperkirakan akibat serangan bakteri Edwardsiella tarda dan Aeromonas veronii.

[caption caption="Kura Belawa yang sudah mati"]

[/caption]

Kura yang memiliki kepala berbentuk bulat, bermata kecil, lubang hidung berada di ujung belalai menjulang kecil dan pendek. Leher panjang, sehingga kepala dapat menjangkau sekurangnya setengah diameter tempurung. Oleh masyarakat Belawa dilestarikan dalam kearifan lokal sebagai mitos, Kura Belawa tidak dapat dibawa ke luar dari Desa Belawa. Apabila ada yang mencoba membawa keluar dari Desa Belawa, maka orang yang bersangkutan akan mendapat musibah.

Penelusuran saya dan kawan-kawan pegiat sejarah mengitari Desa Belawa tetap berlanjut hingga kini. Selain berkenalan dengan Kura Belawa, sekisar jarak 2 kilometer, kami bertemu dengan pak Yanto, salah satu warga yang menyimpan hasil temuannya berupa benda benda fosil purbakala, tanduk gajah purba, kapak purba dan lain-lain. Ironisnya, Pemerintah Kabupaten Cirebon kurang peduli dengan hasil penemuan benda benda fosil warganya. "Apalagi masih banyak yang belum digali, ada peti batu," ungkap Yanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun