Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Salahkah Yahudi-Islam Itu Bersaudara?

13 Januari 2022   18:09 Diperbarui: 13 Januari 2022   18:19 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Avraham Mintz menghadap Yerusalem, selendang doanya tergantung di bahunya. Zoher Abu Jama berlutut menghadap Mekah, sajadah terbentang di depannya. (Foto: MAGEN DAVID ADOM/AFP/GETTY via theatlantic.com)

Ketika Indonesia berhasil mengkampanyekan kursi di Dewan Keamanan PBB 2019-2020 tahun lalu, Indonesia memasarkan dirinya sebagai "mitra sejati untuk perdamaian dunia" dan "pembangun jembatan". Bahkan, kata "damai" muncul 13 kali dalam brosur kampanyenya. 

Namun, setelah satu bulan, Indonesia belum memimpin dalam membangun jembatan yang paling sulit, dan karena itu paling penting, dari semuanya: hubungan Yahudi-Muslim.  

Misalnya, mengapa negara mayoritas Muslim terbesar di dunia itu belum secara resmi mengakui agama Ibrahim tertua dan terbesar kelima di dunia, Yudaisme? Jakarta sering memuji konstitusinya sebagai pelindung kebebasan beragama bagi semua, tapi sayangnya, Yudaisme belum diakui secara resmi.

Baca: Normalisasi Hubungan Indonesia-Israel, Mungkinkah Upaya Prabowo Subianto Berhasil?


Sedikit jika saya boleh menceritakan nostalgia saat kesan pertemuan pertama atas niat baik salah seorang pejabat di Kedutaan Amerika Serikat, dan sekarang sudah pensiun. Saya bertemu dengan seorang pengacara yang tak pernah bimbang menyebut dirinya sebagai keturunan Yahudi. 

Mengaku diri sebagai Yahudi tentu perkara sensitif di Indonesia, di negara berpenduduk mayoritas muslim, lantaran kekerasan negara masih sering berkecamuk di Jalur Gaza dan Tepi Barat, wilayah Palestina yang diduduki Israel.

Namanya, David Abraham. Ia fasih bahasa Jawa, dalam darahnya mengalir kakek dan nenek, dua-duanya-dari ayah dan ibu- berasal dari Baghdad, Irak. Dan, itu tampak dari wajah dan hidungnya mancung  terkesan keturunan Arab. 

Nenek moyangnya hijrah ke Indonesia sekisar tahun 1900-an. Ayah David lahir di Surabaya dan ibunya lahir di Singapura. Keduanya bertemu di Surabaya tahun 1954. Ia sendiri merasa tetap sebagai orang Indonesia. Mutlak, tidak bisa ditawar., kata pria kelahiran Surabaya tahun 1955.

Sebuah kesempatan paling berharga, saat saya makan bersama dengan keluarga besarnya di Jakarta. Kami berdiskusi seputar kebebasan beragama hingga kemungkinan adanya hubungan diplomatik Israel-Indonesia. David selalu mengatakan dirinya tidak pernah ada persoalan terhadap kebebasan beragama. 

Ia tak pernah segan jika punya teman dengan pengacara-pengacara yang beragama Islam, bahkan dengan banyak orang dari pelbagai latar belakang, ras dan budaya. Ia selalu berharap agama Yahudi diakui di Indonesia. Untuk melakukan hal itu membutuhkan tenaga. Menurutnya, Islam dan Yahudi itu cukup dekat. 

Soal hubungan diplomatik Israel-Indonesia, kata David, tak bisa dilepaskan dari Yahudi. Israel dibentuk oleh kalangan Yahudi. Ia mengungkapkan bahwa konflik Israel-Palestina adalah murni konflik wilayah antara orang Yahudi dan Arab Palestina. Bukan konflik agama. Ia selaku pengacara merujuk ke pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara. Indonesia anti segala bentuk penjajahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun