Mohon tunggu...
Dede Rusmana
Dede Rusmana Mohon Tunggu... Penulis - Sedang belajar menulis.

Satu dari 250 juta manusia yang diberi kesempatan hidup. Suka menulis di berbagai platform. Penggemar Harry Potter dan Taylor Swift. penaku28@gmail.com 📧

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ringga: #1 Alam adalah Lagu

15 November 2017   10:23 Diperbarui: 15 November 2017   10:36 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya Ringga duduk di bawah pohon mangga besar, dengan mata menatap genangan air yang sesekali bersinar karena cahaya matahari. Mendengarkan musik atau hanya memejamkan mata seraya merenung. Ini sudah lama ia jalani. Entah ia sedang bahagia ataupun lelah, ia akan berada disini. 

Ringga sudah sampai di taman kota. Ia sudah tahu akan kemana, lantas menyeret kakinya cepat-cepat untuk sampai di bawah pohon mangga. Tempat paling tepat untuk menyaksikan pemandangan danau di sore hari. Selain pepohonan dan bunga sebenarnya danau ini dikelilingi lima buah gazebo di tepinya. Lanskap danau ini mampu menenangkan hati dan pikirannya.

Ringga duduk di atas rerumputan liar di bawah pohon mangga setelah melepas tas dan menaruhnya sembarang. Ia mengambil air botol mineral lalu meneguknya. 

Ringga menghela napas pelan seraya memejamkan matanya. Ia harus belajar untuk berbicara dan membuka diri. Kata-kata Bunga tadi menolak pergi dari otaknya. "Aku tidak takut menghadapi dunia dan takdirku. Aku percaya kalau Tuhan menulis kisah hidupku jauh-jauh hari bahkan sebelum aku dilahirkan ke dunia ini. Semua ada catatannya. Dan kalaupun aku berlari atau pun berpaling dari takdir, tetap saja aku akan berakhir sama. Jangan pernah menentang alam."

Ringga membuka mata. Ia berusaha mengerti maksud perkataan Bunga. Ringga tersenyum kecut, danau ini benar-benar terlihat indah. Airnya yang tenang, meskipun angin sering menggoyangkannya, rerumputan yang ia duduki, juga langit sore. Alam di depannya. Alam yang Ringga lihat seakan mengerti perasaannya.

Ringga hanya duduk saja dan langit hampir seluruhnya ditutupi awan. Sepertinya langit benar-benar akan menurunkan hujan. Tapi, Ringga sedang tidak terlalu sedih saat ini. Mengapa langit menangis?

Awan tidak mampu lagi menahan jutaan air. Hujan pun tercipta. Ringga menyambar tasnya dan berlari memasuki gazebo. Untung hujannya tidak terlalu besar.

Ringga melihat sekeliling taman dalam keadaan sedang diguyur hujan. Ini kali pertama Ringga berada di taman kota dengan suasana hujan. Tidak begitu buruk, pikirnya.

Ringga terkesiap melihat sesosok manusia berlari memasuki gazebo sepuluh meter di depannya. 

Ringga memandangnya penasaran, karena tidak ada orang lain lagi yang datang ke tempat ini selain dirinya. Ringga menangkap sosok itu adalah seorang perempuan. Perempuan itu mengenakan seragam sekolah, tapi berbeda dengan seragam sekolahnya.

Ringga membaca wajah perempuan itu. Perempuan itu menatap kosong ke danau. Ringga tidak bisa menerjemahkan wajah perempuan itu tapi Ia yakin kalau prempuan itu sedang marah dan kecewa terhadap kenyataan yang ia temukan. Sama dengan Ringga pada waktu lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun