Mohon tunggu...
Wayudin
Wayudin Mohon Tunggu... Guru - Pengabdian tiada henti

Seorang guru SMP swasta di kota Medan,tertarik dengan fenomena kehidupan masyarakat dan tak ragu untuk menyuarakan pendapatnya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Buruh Lokal dan Harapan Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri

9 Juni 2020   21:42 Diperbarui: 9 Juni 2020   21:40 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : rmoljateng.com

Salah satu tolok ukur IPM adalah pengetahuan atau kompetensi, sehingga mau tidak mau peningkatan kompetensi terutama dalam hal keterampilan harus menjadi hal pertama yang harus dibenahi. 

Institusi pendidikan terutama sekolah-sekolah vokasi seperti SMK harus memastikan bahwa kualitas lulusan yang dihasilkan telah siap untuk ditampung di dunia kerja. 

Oleh karenanya, SMK harus bergandengan tangan dengan perusahaan untuk merancang kurikulum (program pendidikan), magang, serta pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan terutama dalam rangka mendukung revolusi industri 4.0. 

Apabila dirasa kurang, Balai Latihan Kerja (BLK) yang telah disediakan pemerintah dapat menjadi wadah selanjutnya untuk membekali calon-calon tenaga kerja dengan keterampilan yang lebih tinggi tingkatannya agar lebih siap untuk bersaing dalam dunia kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri. 

Model pelatihan ala Kartu Prakerja seharusnya juga dikembangkan bukan hanya untuk tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan namun juga bagi mereka yang baru akan memasuki dunia kerja. 

Selain meningkatkan kompetensi kerja, kemampuan menguasai bahasa asing juga menjadi satu keharusan karena akan menjadi nilai tambah bagi tenaga kerja itu sendiri. 

Misalnya saja asisten rumah tangga asal Filipina di Malaysia memiliki gaji minimal RM 1.200 sementara TKI hanya RM 800 karena pekerja asal Filipina memiliki kompetensi yang lebih tinggi serta mampu berbahasa asing minimal bahasa Inggris yang merupakan salah satu bahasa utama di Malaysia. 

Tingkat produktivitas buruh lokal juga harus menjadi perhatian selanjutnya agar dapat bersaing dengan TKA terutama dari Tingkok ataupun Vietnam. TKA dari Tiongkok dan Vietnam dikenal sebagai pekerja yang gigih, ulet, serta bersedia dibayar dengan upah yang murah. 

Jumlah hari libur nasional di kedua negara itu juga tercatat tidak sebanyak Indonesia sehingga tidak heran jika banyak perusahaan besar menjadikan kedua negara tersebut sebagai basis produksi mereka. 

Hal ini tentunya sangat bertolak belakang dengan kondisi yang ada di Indonesia. Seringkali buruh lokal menuntut kenaikan upah minimum tanpa melihat kemampuan finansial perusahaan bahkan dalam beberapa kasus, para buruh tidak segan untuk melakukan perusakan fasilitas perusahaan bila tuntutan mereka tidak dipenuhi. 

Dengan jumlah hari libur yang cukup banyak, ditambah dengan cuti bersama, dan tuntutan upah tinggi menjadikan tingkat produktivitas buruh lokal kita lebih rendah dibandingkan negara lain serta mengakibatkan terjadinya high cost economy bagi perusahaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun