Mohon tunggu...
Wayan Yuliantari
Wayan Yuliantari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa STAHN MPU KUTURAN SINGARAJA

Hobi bersepeda, memasak, menari.

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Memperkenalkan Kesenian Tenun Songket Khas Jinengdalem di Era Globalisasi

30 Maret 2023   13:51 Diperbarui: 30 Maret 2023   13:53 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Desa Jinengdalem adalah desa yang berada di Provinsi Bali, lebih tepatnya berada di Kabupaten Buleleng, Kecamatan Buleleng. Desa Jinengdalem memiliki sejarah yang erat dengan kesenian budayanya, salah satunya yaitu kesenian tenun songket. Tidak banyak saat ini yang bisa dibahas mengenai sejarah lahir dan berkembangnya tenun di Desa Jinengdalem. Meski tergolong kerajinan yang tradisional, nyatanya tenun songket Jinengdalem masih banyak diminati pembeli.

Apabila bertanya pada masyarakat setempat, dimana kita bisa melihat produk kain songket Jinengdalem? jawaban yang akan kita dapatkan adalah Poni's Songket. Sejak bertahun-tahun lalu kerajinan tenun songket Jinengdalem yang ditekuni oleh Ketut Sriponi dipandang telah menghasilkan jenis kain tenun yang terkenal berkualitas dari segi bahan, warna, dan motifnya yang sangat nyeni.

Bagaimana awal mula produksi tenun songket dari Poni's Songket ini didirikan?

"Keahlian menenun ini sudah ditekuni dari usia 11 tahun, dulu kesenian tenun di Desa Jinengdalem sempat mati yang diakibatkan oleh banyaknya masyarakat yang tidak ditinggalkan penenunnya. Kemudian di tahun 2011 ada pembinaan untuk UMKM tenun dari Garuda Indonesia, dibina teknis-teknisnya sampai cara pencelupan benang, dan yang lainnya, lalu Garuda Indonesia juga memberikan modal awal untuk penghidupan UMKM tenun sebesar lima puluh juta. Sistemnya dengan kredit, saat itu modal tersebut dipergunakan untuk mendirikan Poni's Songket. Dulu di awal sekali hanya 4 orang, sekarang sudah mencapai 30 orang yang penenun yang bergabung di Poni's Songket. " Kata Poni saat ditemui Minggu (13/3) sore.

Tenun songket Jinengdalem juga sudah sering mengikuti pameran dan mewakili Kabupaten Buleleng. Beberapa kali kain dari Ketut Sriponi juga dipercaya dan digunakan oleh beberapa petinggi, salah satunya digunakan oleh bapak Presiden Joko Widodo, yang dipakai saat pidato di HUT PDIP tahun 2018. Selain itu, songket Jinegdalem juga banyak diorder oleh ornag luar Bali termasuk sejumlah desainer dan salon ternama. Saat ini songket-songket Jinengdalem sangat diburu di pasaran, walaupun harga diakuinya cukup wah.

Lantas berapa harga yang ditawarkan dari satu lembar songeket sutera yang diproduksi tersebut?

"Songket Jinengdalem ini dibandrol dengan harga jual sekitar Rp 1.500.000,00 hingga Rp 6.000.000,00 tergantung motif songket tersebut. Proses produksi sebuah songket memang membutuhkan waktu cukup lama setikat 1 sampai 1,5 bulan tergantung dari kesulitan motif yang dibuat. Kalua ukursn songket, panjangnya " Ungkapnya

Motif dari songket Jinengdalem  masih menggunakan motif tua, namun seiring perkembangan fashion terus berganti di jaman modern. Kain songket kini bukan lagi hanya sekedar untuk digunakan sebagai kamben pada saat upacara keagamaan saja, namun kini songket juga digunakan sebagai salah satu daya tarik fashion. Namun siapa yang sangka, motif-motif tua Songket Jinengdalem itu sebenarnya begitu fleksibel jika dikemas dalam fashion di era kekinian atau modern ini. Saat ini songket telah menjadi fashion dengan beragam modifikasinya sehingga bisa digunakan sebagai pakaian atau baju terusan, tas, pernak-pernik, sandal, dan sejenisnya. Karena itulah, dari sisi kualitas di era modern ini, songket Jinengdalem begitu mempesona dan mampu bersaing dengan songket dari daerah lain di Bali.

Bericara tentang motif songket yang dibuat, Poni menyebutkan bahwa motif yang digunakan yaitu motif tua khas Buleleng yang sudah diwariskan secara turun temurun.

"Motif yang sering dipesan yaitu motif Patra Sari, Cakar Ayam, Semanggi Gunung, dan cara pewarnaannya pun juga ada 2 cara yaitu, secara kimia dan secara tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam seperti daun jati, kunyit, buah pinang, daun tarum, dan kulit pohon manga. Namun jika mengguanakan pewarnaan alami memerlukan waktu untuk mendapatkan warna yang maksimal." Imbuhnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun