Mohon tunggu...
Wayan Edwin
Wayan Edwin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan sebagai Sarana Pembentuk Demokrasi

6 Desember 2024   13:45 Diperbarui: 6 Desember 2024   15:24 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Education (Sumber: Pexels)

Seperti diketahui, pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan masyarakat demokratis dengan membentuk keterlibatan sosial dan nilai-nilai demokrasi di antara individu. Melalui pendidikan, individu dilengkapi dengan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi. Pendidikan memfasilitasi pengembangan kompetensi sosial untuk interaksi sosial yang positif dan keterlibatan dalam kehidupan politik, seperti yang dijelaskan oleh Nikolaou et al. (2020).

Selain itu, dimensi etis dalam pendidikan sangat penting untuk mendukung demokrasi. Mozaffari et al. (2022) menekankan pentingnya kebebasan dan kesetaraan dalam membentuk sekolah demokratis yang dapat mendidik individu tentang prinsip-prinsip demokrasi. Dengan pendekatan yang mencakup pendidikan formal, nonformal, dan informal, pendidikan dapat memberikan landasan yang kokoh untuk menginternalisasi nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Sundawa (2023) mengungkapkan bahwa berbagai saluran pendidikan ini sangat berperan dalam membentuk masyarakat yang mengutamakan nilai-nilai demokratis.

Lebih jauh lagi, pendidikan memiliki peran krusial dalam mengatasi ketimpangan sosial yang dapat menghambat partisipasi demokratis. Pendidikan yang inklusif dan adil memungkinkan setiap individu, terlepas dari latar belakang sosial-ekonomi, untuk berperan dalam proses demokrasi. Temuan Chávez dan Gunnar (2015) menunjukkan bahwa pengalaman partisipatif dalam pendidikan dapat membentuk sikap positif terhadap demokrasi.

Cara mengembangkan perilaku demokratis

Memilih Model Pembelajaran yang Tepat

Terdapat banyak sekali model pembelajaran yang ketika diterapkan secara proporsional di dalam kelas dapat membentuk budaya demokratis. Misalnya, penerapan model pembelajaran penemuan. Model ini menciptakan situasi dimana siswa diminta terlibat dalam sebuah diskusi. Ketika proses diskusi berlangsung, siswa belajar memberikan pendapat dan menghormati pendapat yang berbeda dengan pandangannya. Ketika diskusi selesai dan Keputusan diambil, siswa belajar mengembangkan rasa tanggung jawab dengan cara menghormati dan melaksanakan Keputusan yang telah ditetapkan. Bukankah ini merupakan sebuah kesempatan untuk memupuk perilaku demokratis?

Model pembelajaran lain yang cocok dalam mengembangkan budaya demokratis adalah Project-Based Learning atau yang sering disingkat PjBL. PJBL, selain menumbuhkan kreativitas dan keterampilan pemecahan masalah, juga sangat penting untuk melatih siswa menjadi warganegara yang efektif. Keterlibatan aktif memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi prinsip-prinsip demokrasi dalam konteks praktis, memperdalam pemahaman mereka tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara. Dengan bekerja dalam proyek-proyek yang membutuhkan kolaborasi dan negosiasi, siswa belajar untuk menghargai perspektif yang berbeda dan mengembangkan keterampilan penting untuk berpartisipasi dalam demokrasi (Storsve et al., 2021).

Di sini, guru memiliki peran krusial dalam memfasilitasi PjBL. Guru dapat menciptakan lingkungan yang mempromosikan pemahaman yang lebih mendalam tentang demokrasi, yang ditandai dengan sikap kritis, partisipatif, dan toleran di antara siswa. Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang mungkin hanya fokus pada kepatuhan dan pembelajaran mekanis (Zyngier, 2011). Dengan membimbing siswa melalui aktivitas berbasis proyek yang memerlukan deliberasi dan penyelidikan, guru dapat membantu mereka mengalami demokrasi dalam praktik, mempersiapkan mereka untuk keterlibatan sipil di masa depan (Payne et al., 2017).

Penentuan projek, membuat agenda pelaksanaan dan pembagian tugas juga merupakan kesempatan bagi siswa untuk berdiskusi. Guru harus menekankan bahwa pengambilan Keputusan tidak boleh dimonopoli oleh satu siswa tertentu. Semua Keputusan harus dimusyarahkan.

Melibatkan Anak dalam Membuat Kesepakatan Kelas 

Bagi kelas-kelas konvensional, aturan kelas sering kali dibuat oleh wali kelas atau pihak sekolah. Situasi ini tidak memberi ruang bagi anak untuk memberikan sumbangsih pemikiran terkait tata aturan yang harus dilaksanakan di dalam kelas. Perancangan aturan kelas, seharusnya melibatkan anak sebab mereka yang akan melakukannya. Anak harus diajak berdiskusi Menyusun satu demi satu aturan di kelas. Ketika anak dilibatkan, mereka akan memiliki keterikatan moral dalam menegakkan aturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun