Mohon tunggu...
Wawan Periawantoro
Wawan Periawantoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Punya usaha kecil-kecilan

Seorang ayah sederhana yang terus berusaha membuat keluarga bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Money

Investor EV Tiongkok Lego Aset, Sinyal Hengkang dari Indonesia?

19 Agustus 2022   16:24 Diperbarui: 19 Agustus 2022   16:45 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo Tsingshan. Sumber: scmp.com

Melalui Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035, pemerintah Indonesia menjadikan alat transportasi hingga ekosistem EV sebagai prioritas. 

Pada tahun 2020, Indonesia telah menetapkan roadmap jalan pengembangan EV melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 27/2020 tentang Spesifikasi Teknis, Roadmap EV, dan Perhitungan Tingkat Kandungan Lokal. Kabar ini dipaparkan oleh Menperin, Agus Gumiwang, dikutip laman resmi Kemenperin. 

Beberapa tahun belakangan pemerintah Indonesia terus mendorong untuk pengembangan electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik. Sebab, semua sadar, bahwa Indonesia berpeluang menjadi pemain utama industri kendaraan listrik berkat melimpahnya sumber daya alam (SDA) untuk bahan baku baterai mobil listrik. Beberapa SDA untuk baterai lithium-ion yang ada di Indoesia adalah nikel, kobalt, ferronickel, endapan hidroksida, dan lain-lain.

Salah satu pemain besar di industri EV Indonesia adalah Tsingshan yang ada di kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Dilansir Bloomberg, Tsingshan bahkan telah melakukan kerja sama dengan Shenzhen Chengxin Lithium Group Co Ltd., perusahaan baja dan nikel asal Tiongkok pada September 2021 lalu.

Keduanya menyetujui kongsi dagang untuk membangun pabrik lithium di Sulawesi Tengah. Dikisarkan, pabrik tersebut bernilai US$350 juta atau hampir Rp5 triliun dan akan fokus pada pasar kendaraan listrik. Chengxin memaparkan, nantinya mitra akan membangun pabrik untuk memproduksi bahan kimia lithium. 

Selain kedua perusahaan tersebut, di Morowali, ada proyek investasi Tiongkok lainnya termasuk pabrik nikel dan kobalt  yang merupakan bahan baku baterai EV. Deretan pabrik tersebut diproyeksikan bisa menghasilkan 50 ribu ton per tahun lithium hidroksida dan 10 ribu ton per tahun lithium karbonat.

Namun bagaimana jadinya jika pabrik sebesar Tsingshan hengkang dari Indonesia dan tak beroperasi? Tentu akan memengaruhi multi sektor di Indonesia, misalnya ekonomi serta mimpi Indonesia untuk menjadi pemain utama ekosistem EV dunia. Boleh dibilang, Tsingshan adalah 'perpanjang tangan' dari mimpi-mimpi Indonesia. 

Menurut laporan Bloomberg, Tsingshan Holding Group Co. bahkan dikabarkan sedang melego asetnya pada Baowu Steel Group Corp, perusahaan baja nirkarat terbesar milik pemerintah Tiongkok. Aset yang dijual oleh Tsingshan tersebut ada di bisnis stainless steel di Indonesia. 

Xiang Guangda, petinggi Tsingshan, menjelaskan alasan dibalik penjualan aset tersebut. Ia rupanya telah memikirkan kembali masa depan perusahaan dalam waktu dekat ketika nantinya menghadapi kerugian miliar dolar. Tak hanya itu, kondisi keuangan Tsingshan sendiri diketahui sempat goyah karena kasus margin call di LME.

Namun sederet masalah tadi bukan hal utama, regulasi investasi yang berantakan, tak adanya jaminan investasi jangka panjang, dan tidak konsistennya kebijakan di industri pertambangan Indonesia dinilai menjadi penyebab investor tak nyaman serta gusar. Kegundahan ini bisa saja berujung pada hengkangnya investor besar tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun