Ngawur. Ada mantan perwira miiter dan pejabat di struktur TNI tapi rasionalitasnya lenyap. Berganti tudingan asal-asalan ke Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Itu semua gara-gara ambisi politik. Pertarungan politik. Saling serang dengan rival politik. Akibatnya mengorbankan nama baik orang lain dan akal sehatnya.
Menuduh Menteri Ryamizard berencana mengkudeta pemerintahan SBY pada 2006 silam.
Jadi lucu, apa si mantan perwira militer Indonesia itu lupa kekuatan TNI yang siap mati demi menjaga utuhnya Indonesia? Pasti TNI sudah bergerak cepat kalau mengendus adanya gerakan kudeta.
Selanjutnya, apa kepentingan Menteri Ryamizard dengan kudeta ke pemerintahan SBY kala itu. Kan Menteri Ryamizard bukan petinggi partai politik. Tidak ada tendensi politik di balik kepentingan kudeta baginya.
Mau jadi Presiden mengganti SBY masa itu pun bakal sulit sebab masih ada partai politik yang banyak di Indonesia.
Partai politik pasti berpikir menjaga kepentingannya untuk mendukung seseorang yang bukan kader atau anggotanya jadi Presiden. Apalagi hasil kudeta, sedangkan partai politik berjuang dengan cara pemilu.
Lagi juga Menteri Ryamizard saat itu kan sudah pensiun. Dia tidak punya kewenangan lagi di TNI. Tak punya pasukan. Teori kudeta itu dilakukan oleh militer di bawah komando petinggi yang masih aktif.
Tuduhan kudeta ke Menteri Ryamizard makin aneh saja kalau memahami bahwa SBY saat itu jadi Presiden sebab dipilih rakyat di pemilu. Artinya: SBY punya basis massa yang menjaganya.
Tidak mungkin dengan sosok karakter Menteri Ryamizard yang tampak mencintai bangsanya dan menjaga Pancasila serta persatuan nasional, ingin membenturkan sesama rakyat. Ingin perang saudara.
Narasi kudeta menuduh Menteri Ryamizard itu tidak waras. Cuma ingin membuat heboh dan jadi pembicaran publik. Tapi: kalau tuduhan itu tidak benar, maka perlu diterapkan sanksi hukum bagi pemfitnah.