Mohon tunggu...
Wawan
Wawan Mohon Tunggu... Guru - Pendidik Bidang Seni dan Kriya

Belajar dari dan dimana saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sedih sebenarnya sih..

16 Januari 2015   20:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:00 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

...

Dulu dia pernah menangis pingin dibuatin adik. Hanya karena cemburu kenapa yang lain bisa bermain dan ngemong saudaranya yang masih kecil... Suatu ketika pernah mempertanyakan kenapa saya tidak punya kakak? Cuma gara-gara lihat temennya bermanja-manja minta dibantu mengerjakan pekerjaan rumahnya... Dia adalah anakku di usianya yang SD.

Waktu SMP dia lupa pernah meminta itu. Asik dengan teman-teman barunya. Pelampiasan atau lupa? Nggak tahu... Tapi aku pun lebih asik dengan kesendiriannya fokus dalam memanjakannya.

Kemarin di usianya yang SMA kelihatan lebih dewasa. Dia berkata, "Pak nggak bakal punya anak lagi gitu?" Aku hanya tersenyum, getir. Ibunya pernah keguguran dua kali, sakit katanya. Fisik yang dia derita hati yang aku rasa.

"Pah..., " anakku memecah keheningan, "Nggak apa-apa kalaupun aku nggak punya adik lagi, aku pasti sayang sama mamah dan papah... Aku senang dengan hanya cukup punya kalian berdua." wajahnya serius menunjukan kepasrahannya yang memalung.

"Hmmm... " Aku hanya tersenyum bergelut dengan perasaan sendiri.

"Dan......"

"Dan... apa nak?" Aku melirik hatinya, tempak ada semburat canda diwajahnya... Sepertinya dia sedang mengobati rasa inginnya dengan bentuk lain dari kepasrahan. Canda...

"Kata teman saya, enak kalau anak tunggal, warisannya tak akan kemana-mana dan tak akan dibagi-bagi... hehehe!" tawanya riang menutup kalimatnya yang sendu. Tapi aku melihat kebohongan di wajahnya, lewat bias bening air yang mencangkrung di matanya. Senyumnya adalah tutup kebohongan yang disembunyikan.

"Amin, mudah-mudahan ada rezekinya. Dan Meyla dapat menikmatinya bersama-sama dengan Namah & Bapak. Bapak ingin suksesmu ada dikelopak mata bukan terlihat dari alam baka...." kupungkas dengan tersenyum.

"Amin Pah..." lirih katanya menyayat hati

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun