Mohon tunggu...
Muhamad Budi Hermawan
Muhamad Budi Hermawan Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nasional Angkatan 2018
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Universitas Nasional Cabang Jakarta Selatan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sistem Perkawinan Adat dalam Perspektif Hukum Positif Indonesia

22 Mei 2020   22:31 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:24 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

6. Memperkecil dan mempersulit perceraian.

7. Kedudukan suami istri dalam kehidupan perkawinan adalah seimbang baik kehidupan rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

Dalam suatu masyarakat adat ada suatu sistem perkawinan, di mana masing-masing sistem mempunyai pengaruh tersendiri terhadap status anak, waris, kedudukan anak di dalam suatu masyarakat adat, Sistem perkawinan adat antara lain sebagai berikut:

a.Sistem Endogami

Sistem endogami adalah suatu perkawinan yang hanya memperbolehkan seseorang menikah, harus berasal dari keluarganya sendiri atau marganya sendiri.

b.Sistem Exogami

Sistem exogami adalah suatu sistem perkawinan yang hanya memperbolehkan seseorang menikah dengan orang lain yang berasal dari suku atau marga lain.

c.Sistem Eleuxthrogami

Sistem eleuxthrogami adalah suatu sistem perkawinan yang menganut sistem endogami dan exogami. Sistem ini tidak mengenal larangan-larangan maupun keharusan-keharusan. Adapun larangan-larang dalam sistem ini adalah larangan yang bertalian dengan ikatan kekeluargaan. Larangan-larangan tersebut adalah yang berkaitan dengan nasab di mana dilarang menikah dengan ibu, nenek, anak kandung, cucu, saudara kandung, saudara bapak atau ibu. Di samping larangan nasab ada juga larangan musyarahah (periparan) yakni dilarang menikahi ibu tiri, menantu, mertua dan anak tiri.

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik sesuai dengan pembahasan di atas adalah bahwa di Indonesia ini banyak corak-corak hukum adat yang mewarnai cara perkawinan menurut hukum adat sendiri. Hukum adat merupakan bagian dari Indonesia, jadi semua tingkah laku, perbuatan, cara upacara, perkawinan pun juga banyak mewarnai masyarakat Indonesia. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi umat manusia. Dengan adanya perkawinan, maka menjadi halal lah suatu hubungan antar seorang laki-laki dan seorang perempuan. Di samping itu kehidupan bagi seorang manusia akan terasa lengkap, begitu pula dengan masyarakat adat jika menikah maka kemungkinan besar akan memiliki suatu keturunan. Sehingga dengan adanya keturunan maka tradisi adat dapat diturunkan ke anak-anak dan cucu-cucu masyarakat adat itu sendiri.

Akan tetapi dalam hubungan perkawinan tidak selalu berjalan mulus dan pastinya terdapat juga masalah-masalah dalam kehidupan berumah tangga. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya suatu perceraian yang merupakan hal yang dilaknat oleh Allah meskipun Allah membolehkan terjadinya suatu perceraian. Perkawinan anak-anak juga mewarnai masyarakat adat di Indonesia.hal ini bertentangan dengan UU No. 1 tahun 1974 yang menjelaskan mengenai batasan umur seorang laki-laki dan wanita yang hendak melakukan pernikahan. Hal ini bertujuan agar keluarga yang dibina bisa Sakinah, Mawaddah, Warrahmah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun