Ibadah kurban adalah momen sakral yang dinanti umat Muslim pada Hari Raya Iedul Adha, menjadi wujud ketaatan dan berbagi. Di tengah semangat mempersiapkan hewan terbaik, seringkali proses jual beli kurban dilakukan secara lisan, mengandalkan kepercayaan semata.
Memang, janji dan kesepakatan verbal terasa lebih personal dan mudah. Namun, transaksi lisan ini menyimpan potensi risiko yang tidak bisa dianggap remeh? Dari spesifikasi hewan yang tidak sesuai, harga yang berubah di kemudian hari, hingga masalah pengiriman yang tidak tepat waktu, semua bisa menjadi bumerang jika tidak diantisipasi.
Menurut Pasal 1457 KUH Perdata, transaksi jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik antara penjual dan pembeli, dimana dari pihak penjual mengikatkan diri menerima pembayaran harga benda, sedangkan pihak pembeli mengikatkan diri membayar harga benda yang sudah di perjanjikan.
Jual beli juga merupakan suatu perjanjian obligator, yaitu suatu perjanjian yang hanya membebankan kewajiban bagi para pihak, sehingga dengan perjanjian itu baru menimbulkan perikatan.
Pada perjanijan jual beli, maka dengan sahnya perjanjian jual beli itu belum akan menyebabkan beralihnya benda yang di jual, tetapi dari perjanjian itu menimbulkan perikatan, yaitu bahwa pihak penjual di wajibkan membayar sesuai dengan harganya.
Dalam suatu perjanjian jual beli ada dua subjek, penjual dan pembeli, yang masing-masing mempunyai berbagai kewajiban dan hak, kedua belah pihak dalam beberapa hal merupakan pihak berwajib dan dalam hal-hal lain merupakan pihak berhak.
Ini terkait dengan sifat timbal balik dalam kesepakatan jual beli. Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, sebuah perjanjian dianggap sah jika memenuhi empat syarat: adanya kesepakatan antarpihak; pihak yang terlibat cakap hukum; objek perjanjian jelas; dan tujuan perjanjian bersifat halal.
Potensi Masalah yang Bisa Terjadi dari Jual Beli Lisan
Membuat perjanjian tanpa ada hitam diatas putih atau secara lisan diperbolehkan. Namun, terdapat potensi masalah yang bisa terjadi. Hal yang harus diperhatikan apabila hendak membuat perjanjian secara lisan :
1. Permasalahan Pembuktian